DONYAPOST, Banda Aceh — Komunitas Sadar dan Taat Hukum (Kostum) menggelar Dialog Interaktif tentang Carut Marut pencalonan Pilkada Aceh, yang sering kali terjadi karena faktor internal partai politik, dan adanya rivalitas antar figur politik.
Dialog dengan topik “Carut Marut Pencalonan Gubernur Aceh, Adakah Rival Muzakir Manaf ?” yang berlangsung di Banda Aceh, Senin (29/7/2024) itu menghadirkan tiga narasumber masing-masing Akademisi FISIP USK, Effendi Hasan, Dosen Ilmu Politik Unimal, M. Akmal, Direktur Executive Katahati Institute, Raihal Fajri.
Akademisi Unimal, Akmal meminta agar carut marut mengenai pencalonan Gubernur Aceh agar dihentikan, karena hal tersebut bagian provokasi politik.
“Jadi kenapa carut marut itu terjadi, karena ada yang mengangkat. Misalnya muncul Baliho Bustami sebagai calon gubenur, ini membuat dampak dan reaksi dari elemen masyarakat yang menganggap dia tidak netral. Padahal kita ketahui bahwa Bustami tidak melanggar surat edaran (SE) menteri dalam negeri,” kata Akmal.
Menurut Akedemisi dari Universitas Malikussaleh (Unimal) ini, Bustami sangat berpeluang untuk maju sampai hari terakhir pendaftaran.
“Kalau dilihat dari surat edaran (SE) Mendagri itu, menteri bisa melantik Pj gubernur yang baru, satu hari sebelum pendaftaran. Jadi di ini kesempatan di mana pun pj gubernur di seluruh Indonesia,” kata Akmal.
Diketahui, surat edaran agar penjabat kepala daerah dan atau aparatur sipil negara yang ingin maju di Pilkada 2024 agar mengundurkan diri 40 hari sebelum pendaftaran calon.
Akmal juga menjelaskan Bustami tidak melanggar SE tersebut karena tidak ada sanksi di SE itu. Untuk itu, sebutnya dalam konteks pencalonan gubernur, maka tidak bisa disalahkan. Lalu kemudian kenapa muncul baliho.
Akmal menerangkan baliho tersebut bukan dari yang bersangkutan, yakni Bustami, tapi ada orang lain yang memasang. “Itu tidak bisa dibilang sebagai melanggar aturan.”
Ia menambahkan, SE tersebut juga berlaku untuk seluruh pj kepala daerah yang diinginkan pusat. Artinya Jakarta ingin memperkuat kekuasan di daerah, dan itu realitas politik nasional.
“Kalau saya pribadi karena isu pak Bustami makin kuat, maka rival terberat Mualem cuma Bustami. Artinya peluang itu besar. Kalau kita kaitkan dengan titipan Jakarta. Karena beliau bosnya itukan langsung Mendagri. Jadi sah saja. Makanya jangan salahkan pak Bustami,” jelasnya.
Sementara itu, Dosen Fisip USK, Effendi Hasan menilai bahwa setiap Pilkada ini memberi arti ganda. Menurutnya, satu sisi pilkada telah memilih calon pilihan rakyat. Namun dalam sisi lain pilkada juga kerap memunculkan banyak masalah.
“Pilkada itu membutuhkan biaya yang banyak. Tidak hanya menguras APBD, namun juga menguras biaya yang harus ditanggung calon. Pilkada itu juga telah menimbulkan Praktik politik uang yang sangat masif,” jelasnya.
Kemudian, lanjut Effendi, Pilkada juga dapat menimbulkan konflik di masyarakat karena berbeda pilihan. “Jadi kalau kita lihat Pilkada 2024 di Aceh, saya pikir sebagian kecil terjadi carut marut ini, dan ini memang sudah terjadi,” jelasnya. []