Sekilas Pengantar : Penelitian dan lomba karya ilmiah bagi kalangan remaja memang sedang digalakkan pemerintah. Itulah yang dilakukan Afif Widhi Ananto, Ghina Luqiyana Rusman, dan Nadila Anindita, ketiganya siswa SMPN 1 Kota Banda Aceh.
Dengan bimbingan Dra. Faridah Hanum dan Zulfinar Yacob, mereka meneliti mengenai suatu tradisi pengobatan Aceh yang sudah lama tertimbun sebagai “sampah Budaya Aceh”, yakni Sale dengan judul “Sale Kearifan Lokal Masyarakat Aceh Yang Terlupakan”.
Hasil penelitian itu diikutsertakan pada “Lomba Penelitian Ilmiah Remaja ( LPIR ) SMP Tingkat Nasional yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.
Jumlah naskah penelitian yang diterima panitia sebanyak 1105(seribu seratus lima buah), yang terbagi dalam 3 kategori, yakni IPS, IPA dan Teknologi.
Setelah diseleksi panitia, hanya 106 naskah saja yang masuk finalis, yaitu: IPS = 33, IPA = 40 serta teknologi = 33. dan para finalis sajalah yang diundang panitia ke Yogyakarta untuk pengujian lanjutannya.
Kedalam kelompok 33 finalis IPS ini termasuklah utusan dari siswa SMPN 1 Kota Banda Aceh.
Akibat keterbatasan dana, yang berangkat ke Yogyakarta hanya diwakili siswa Afif Widhi Ananto dan Zulfinar Yacoh sebagai guru pembimbing II.
Padahal dari daerah lain dihadiri lebih banyak peserta karena didukung dana Pemda setempat; bahkan dari satu sekolah pun ada yang disertai lebih dari satu bidang lomba.
Setelah melalui berbagai bentuk seleksi seperti presentasi, debat-diskusi di hadapan Dewan Juri, akhirnya Afif Widhi Ananto siswa SMPN 1 Banda Aceh dinyatakan sebagai Peraih Medali Perunggu Bidang IPS dalam lomba tingkat nasional itu.
Pada acara yang berlangsung dari tanggal 27 September s/d 2 Oktober 2010 di hotel berbintang, “Hotel Safir” Yogyakarta itu turut dihadiri Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Suyanto, Ph.D.
Berikut adalah cuplikan makalah dari peserta Aceh yang diajukan dalam rangka mengikuti lomba penelitian ilmiah remaja tingkat nasional itu:
“Aceh adalah bumi penuh budaya dan kaya akan kearifan lokal. Salah satu yang sudah hampir punah dan terlupakan adalah salè. Salè juga terkait dengan perkembangan dan peradaban sejarah di Aceh. Sebuah tekhnik pengobatan dan terapi sederhana peninggalan yang diwarisi oleh nenek moyang secara turun-temurun.
Tetapi seiring perkembangan zaman atau lebih dikenal dengan era globalisasi. Kearifan lokal ini justru cenderung makin langka dan jarang ditemui di bumi Aceh. Disebabkan oleh kemajuan teknologi yang semakin pesat, salè cenderung tersisih oleh praktek yang hampir serupa namun lebih modern, instant, praktis dan cepat seperti adanya dokter, dokter umum, dokter spesialis, dan rumah sakit. Padahal sebagai umat Islam seharusnya kita ingat kepada Hadis Rasullullah Saw. “Segala penyakit ada obatnya.”
Dewasa ini telah banyak praktek-praktek yang hampir serupa dengan Salè yang dianggap lebih moderen, seperti sauna, ceragem, heating stone, spa, dan lain-lain. Praktek-praktek tersebut dianggap trend dan modern, padahal kita harus merogoh kocek untuk mengeluarkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit.
Banyak dari kita yang hanyut mengikuti praktek mewah dan berlabel, yang dianggap bergengsi. Padahal cara-cara yang dilakukan di tempat itu, hanyalah mengadopsi dari teknik yang telah lama ditemukan dan telah dilakukan oleh nenek moyang (endatu) di bumi Serambi Mekkah ini.
Karena hal inilah yang membuat kami sebagai siswa SMPN 1 Banda Aceh merasa terketuk pintu hati untuk mengulas dan menyajikan judul tentang salè agar kita semua dapat mengingat dan menumbuhkan kembali nilai-nilai tradisi dan kearifan lokal masyarakat Aceh yang terlupakan.
Masyarakat Aceh Tempoe doeloe secara tidak langsung telah mengantisipasi pertambahan penduduk, dan memperhatikan cara hidup sehat. Melalui pola hidup yang berbentuk prilaku, berdasarkan latar belakang pendidikan Agama Islam yang berlandaskan Al-Quran dan hadist;
sifat patriotisme masyarakat Aceh dibentuk oleh lingkungan dan alam, mereka dituntut harus sehat mental dan kuat fisiknya baik laki-laki maupun perempuan bahkan anak-anak agar mereka mampu melanjutkan secara estafet titipan perjuangan.
Proses salè adalah cara-cara yang alami, praktis, ekonomis dalam memanfaatkan tanaman lingkungan dan apotik hidup sebagai obat alternatif untuk mengantisipasi dari berbagai macam penyakit dan dapat menjaga kekebalan tubuh.
Pengalaman Bapak Drs. Teuku Abdullah Sulaiman, SH (T.A. Sakti ) tentang Salè
T.A Sakti adalah salah seorang dosen sejarah pada Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan ( FKIP ) Universitas Syiah Kuala ( Unsyiah ) Darussalam, beliau juga pemerhati lingkungan dan budaya Aceh.
Hasil wawancara kami dengan beliau pada hari Kamis, tanggal, 24 Juli 2010 untuk memperoleh informasi yang terkait dengan Salè dan madeung.
Berdasarkan pengalaman beliau selaku narasumber sekaligus sebagai pasien yang menderita penyakit gula darah atau Diabetes Melitus (DM), menuturkan pengalamannya melaksanakan pengobatan secara alternatif dengan cara menyale diri dan masih berkelanjutan sampai saat ini.
Hasil wawancara kami dengan bapak T.A Sakti, beliau juga menderita penyakit “Batee Kareung” (batu karang) atau batu ginjal, sesuai hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnosa dokter, beliau dianjurkan untuk banyak minum air putih. Beliau mematuhi anjuran itu, tetapi berakibat pada malam harinya, beliau berulang-ulang kali buang air kecil.
Beliau berfikir keseringan buang air kecil pada malam hari adalah akibat dari mematuhi anjuran dokter untuk minum air putih yang banyak.
Akibatnya pada waktu bangun tidur pada pagi hari badannya terasa lemah dan gemetar sampai lebih kurang tiga puluh menit lamanya.
Gejala seperti ini hampir setiap hari beliau rasakan, bahkan sampai pada akhirnya beliau nyaris tidak bisa mengkonsumsi semua jenis makanan yang mengandung gula baik yang terdapat dalam biji-bijian, buah-buahan atau dalam bentuk cairan seperti madu, sirup, air tebu, air nira dan berupa permen.
Akhirnya beliau kembali lagi berobat kepada dokter, dari hasil cek laboratorium, sesungguhnya beliau mengidap penyakit Diabetes Melitus ( DM ) yang diperkirakan gula darahnya di atas 500,
sambil berobat jalan kepada dokter, abangnya yang di kampung menyarankan agar beliau menjalani prosesi Salè, tetapi anjuran ini belum langsung beliau laksanakan,
hingga pada suatu hari, beliau bertemu dengan temannya yang mengalami penyakit cukup berat, namun kemudian sembuh total setelah menjalani terapi Sale.
Setelah mendengar penuturan sahabatnya, beliau baru yakin dan percaya, lalu memutuskan untuk menjalani pengobatan dengan cara salè, karena terlebih lagi beliau pernah membaca dari sebuah naskah kuno di desa Paleue kabupaten Pidie, yang telah berusia sekitar 177 tahun lamanya,
didalam naskah itu proses Salè dilakukan dengan cara membakar kayu dadap untuk memperoleh panas api atau asap dan daun dadap juga dapat direbus untuk diminum airnya sebagai obat.
Anjuran dari sang abang akhirnya beliau laksanakan dengan sungguh-sungguh di kampung yang bernama Bucue, kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie, Aceh, selama 5 hari berturut-turut beliau jalani di sana.
Sesudah menjalani pengobatan dengan cara Salè, terasalah perubahan yang amat drastis, saat bangun pada pagi hari beliau merasa lebih segar dari biasanya, badan tidak lagi terasa lemah apalagi gemetar.
Setelah merasakan perubahan ini, beliau merasa takjub dan penasaran, hingga akhirnya beliau kembali menemui dokter dan melakukan cek laboratorium untuk melihat kadar gula darahnya,
ternyata hasil cek laboratorium menunjukkan perubahan yang amat luar biasa dengan kadar gula darah yang diperkirakan lebih dari 500 turun menjadi 314. Subhanallah, sungguh ALLAH Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Bapak T.A Sakti ini juga mengidap penyakit mata (katarak) yang harus dioperasi jika ingin sembuh seperti sediakala, tapi hal ini belum dapat dilakukan karena gula darahnya masih tinggi, dan beresiko secara medis.
Beliau tidak putus asa, pengobatan dengan cara Salè terus beliau lakukan setiap hari selama lebih kurang 9 hari.
Setelah 9 hari beliau melakukan salè, lalu beliau ke dokter dan dari sana dianjurkan cek ulang gula darah beliau di laboratorium.
Alhamdulilah ternyata hasil cek kali ini gula darah beliau kembali turun drastis dari 314 menjadi 208, hingga ketika beliau kembali ke dokter mata, dokter memutuskan operasi dapat dilaksanakan, karena gula darahnya sudah mendekati normal.
Dokter tersebut merasa heran karena dalam waktu dekat, kadar gula darah bapak T.A Sakti dapat turun dengan cepat.
Bapak T.A Sakti menceritakan pengalaman pengobatan dengan cara di Salè, berarti jika sistem pengobatan dengan cara di Salè ini terus dillakukan oleh bapak T.A Sakti, kadar gula darahnya pasti akan mencapai titik normal,
dan Insya Allah operasi mata ( katarak ) dapat dilaksanakan tanpa resiko apapun. Akhirnya operasi mata berlangsung dengan sukses dan beliau dapat melihat seperti sebelumnya.
Walaupun telah sembuh dari berbagai penyakit yang pernah beliau derita, namun prosesi Salè tetap beliau laksanakan, walaupun tidak lagi setiap hari.
Betapa banyak makanan yang dahulunya tidak boleh beliau konsumsi, berkat izin ALLAH SWT, saat ini beliau sudah dapat mengkonsumsinya kembali berbagai jenis makanan,
bukankah itu nikmat yang amat menyenangkan bagi beliau, karena tubuhnya terasa semakin sehat dan sudah tidak ada lagi makanan yang harus dipantang atau tidak boleh dimakan.
Pengalaman yang amat mengesankan bagi beliau, adalah ketika suatu hari di bulan Rajab (Buleuen Apam) ketika pelaksanaan “Khanduri Apam” (kenduri kue sejenis serabi) di kampungnya, beliau hanya sebagai penonton sambil mengeluarkan air liurnya karena ingin mencicipi,
tetapi keadaanlah yang memaksa beliau untuk menahan hawa nafsunya mencicipi panganan lezat tersebut, sebab kadar gula darahnya masih tinggi saat itu.
Alhamdulilah, sekarang beliau sudah dapat duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan kerabat dan saudara-saudaranya ketika pelaksanaan “Khanduri Apam” tersebut.
Dengan lahap dan penuh selera beliau telah dapat menikmati makanan yang disajikan, berupa sejenis kue serabi dengan kuah santan yang kental lagi manis rasanya dan ditaburi dengan potongan-potongan buah nangka masak, yang mendatangkan aroma harum semerbak.
Sebab kadangkala di dalam kuah tersebut juga dimasukkan rempah “Bungoeng Lawang Kleng” (Bunga cengkeh berbentuk bintang).
Hikayat: Terapi Sale, Obat Berbagai Penyakit
Ureueng saket brat jameun geusale
Nyang payah rande sabab leumiek pha
Atawa gob poh ka patah pate
Rhot dicong munje atau cong pala
Di ureueng inong madeueng hana bre
Rhah ija tumpe manyak baro na
Jagale Mablien sinan peulale
Bit ubat Sale lethat seumpeuna
Jinoe ka maju ubat meuseu-e
Keu ubat Sale tanyoe ka lupa
Ban saket bacut laju u Keude
Ba peng siare Mantri ngat kaya
Nyang saket patah uroet hana bre
Nyang patah-pate meunan usaha
Eh ateueh panteue atawa bale
Apui meuhe-he diyub geupuga
Buet ureueng teuga tungoe geurande
Seumpom meuseu-e dileuen meutimpa
Atot bak puno; uram bak munje
Tangkok bak mane; ukheue bak sala
Jameun that mudah ureueng Seumale
Kayee meuseu-e ube-be raya
Jinoe ka langka; bah gampong-keude
Rang kapeue kayee jinoe jareueng na
Ban ulontuwan gampong toe keude
Niet tameusale payah lagoina
Lon bloele arang dua-lhee pate
Ngon nyan seumale ka sithon lama
Dalam pot bungong arang ulon ple
Minyeuk lon re-re apui ngat nyala
Watee hu kalen seu-uem meuri bre
Hanale lale reudeup lon raba
Asap bak reudeuep ubat meuseu-e
Digampong lon me kayee ka langka
Alhamhadulillah ucap tan lale
DM ngen beusee bak lon kureueng ka
Na ureueng tuha lon kalon dilee
Puteh oek ulee bungkok leupahna
Tapi teuga that kha lagee batee
‘Oh dicong kayee talo nyang muda
Ek U tiep uroe hana pre watee
Keu breueh siare cit nyan keureuja
Lheueh ek dua bak; geutamah lom lhee
Teuga ban cagee Allah karonya
Gobnyan tiep malam geu-eh cong Bale
Apui tan padee diyub meubura
Aleh sabab nyan teuga tan lagee
Meunan keuh dilee ureueng dum teuga
Takalon jinoe ureueng dum lhek-phe
Leumiek ban tape bah muda-muda
Peunyaket ramien ban kuwah tuhe
Umu takire baro peuet plohsa!!!
* T.A. Sakti; peminat sastra Aceh