Oleh: T.A Sakti
AL-QURAN adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad SAW pertama kali pada bulan Ramadhan. Peristiwa itulah yang disebut sebagai Malam Nuzulul Quran, pada 17 Ramadhan dan diperingati mulai di kampung-kampung di Aceh sampai ke Istana Negara di Jakarta.
Banyak lagu atau seni untuk membaca kitab suci Al-quran ini. Salah satu irama atau lagu yang pernah berkembang adalah lagu Pidie, yang sangat populer di kalangan masyarakat Kabupaten Pidie dan Kabupaten Pidie Jaya pada suatu masa dulu.
Cara baca lagu Pidie dapat dibagi dua. Yang pertama dibacakan dengan suara lantang (keras). Kedua, harus dibacakan dengan nada lembut dan beralun. Jenis lagu Pidie yang dibaca secara lantang, betul-betul dilantunkan dengan suara bernada amat tinggi, sedangkan yang lembut serta beralun akan diucapkan dengan suara lembut mendayu-dayu yang lama dan panjang.
Bagi lagu Pidie yang dipentingkan adalah tekanan nada suara, sedang tajwid dan lainnya sama seperti halnya yang telah diakui para ahli qiraat.
Masa kejayaannya
Menurut keterangan orang tua-tua, pada mulanya cara baca Al-quran yang kini dikenal dengan sebutan lagu Pidie, dahulu tidaklah bernama demikian. Maksudnya ia tidak punya nama.
Karena memang dianggap sebagai lagu biasa. Masa itu belum muncul lagu saingan yang lain. Tapi, setelah datangnya (masuk) cara bacaan baru ke wilayah Pidie, barulah lagu itu disebut lagu Pidie.
Di masa lagu Pidie masih berada pada saat-saat kejayaannya. Banyak sekali qari-qariah yang dapat membawakan lagu ini. Di gampong Paloh (dekat pasar Pidie -Sigli) tempo dulu sangat terkenal Teungku Hasyem Lampoh Teubei.
Beliau dapat membawakan lagu Pidie dengan merdu sekali. .Begitu pula di seluruh kabupaten Pidie dan Pidie Jaya , dulu tentu memiliki sejumlah qari-qariah yang sangat mahir irama lokal ini.
Setiap kali ada acara selamatan khanduri thon (kenduri tahunan), acara pokoknya adalah membaca Al-quran pada waktu malam. Semua undangan yang menghadiri kenduri setahun sekali itu akan membaca kitab suci Alquran menurut kemampuan masing-masing.
Bacaan yang diikuti seluruh peserta adalah hanya sampai saat istirahat atau minum pertama (neulop phon/tanggul pertama), sedang bagi ronde kedua (khusus) hanya diikuti oleh mereka yang punya suara emas. Ketika itulah lagu Pidie beraksi habis-habisan.
Di saat demikian; kopiah dan peci tidak lagi terpasang di kepala, tapi berubah sebagai kipas angin. Tuan rumah pun telah menyiapkan beberapa buah kipas kain. Keringat bercucuran dari semua peserta. Urat leher membesar sangat kentara (ube sapai).
Begitulah seriusnya mereka membaca Alquran dengan lagu Pidie. Keadaan demikian baru berakhir bila jam menunjukkan lewat tengah malam.
Tapi, sejak acara kenduri selamatan hanya diisi dengan “Samadiah”, yaitu membaca zikir Laila haillallah, “Qulhu” atau surat Al Ikhlas dan do’a, maka semua hal yang menarik ini turut sirna. Akibatnya, bacaan lagu Pidie sudah amat jarang kita dengar sekarang.
Selain dalam acara-acara kenduri, tempo dulu lagu Pidie juga sering dibawakan di malam bulan Ramadhan. Masa itu di semua Meunasah (Surau) dalam daerah Pidie melakukan tadarrus Al-quran sepanjang malam sampai tiba menjelang sahur.
Di sini juga pada bagian terakhir merupakan saat dialihkan seni baca Alquran ke lagu Pidie. Mulai jam dua dinihari hingga jam empat pagi; pembacaan Alquran hanya dilakukan oleh orang-orang pilihan, Mereka tidak lebih dari 5 – 7 orang, yang khusus mampu membaca dalam lagu Pidie.
Lagu Pidie Bergeliat lagi
Setelah sekian lama terbiarkan “bagikan kerakap di atas batu”, pada awal era damai konflik Aceh, lagu Pidie pernah terkesan hendak dibangkitkan kembali. Penggerak ‘batang terendam’ itu adalah Bupati Pidie Mirza Ismail (2007-2012). Ia mengadakan Lomba Lagu Pidie se kabupaten Pidie, yang berjumlah 23 kecamatan.
Acara lomba lagu Pidie yang diadakan di Keunire, dekat kota Sigli itu hanya berlangsung satu malam yang diikuti semua kecamatan dalam kabupaten Pidie. Dalam musabaqah lagu Pidie pertama kali di dunia itu, Dewan Juri memutuskan tiga kecamatan sebagai pemenangnya..
Juara pertama diraih Kecamatan Geulempang Tiga, juara dua Kecamatan Simpang Tiga, sedangkan pemenang ketiga digondol Kecamatan Sakti. Dalam lomba yang berlangsung di Keunire itu, utusan kecamatan Sakti diwakili oleh Tgk Ilyas Harun, Tgk Mansur Hasan, Tgk Jailani Jalil dan Tgk Banta Ajad.
Amat disayangkan, lomba baca Alquran lagu Pidie tersebut tidak diteruskan oleh Bupati Pidie selanjutnya, setelah masa jabatan Mirza Ismail berakhir tahun 2012.
Safari Ramadhan
Mendengar sebutan Safari Ramadhan oleh pejabat di bulan puasa memang sudah biasa. Tapi adanya Safari Ramadhan yang digerakkan oleh sekelompok qari membaca Al-quran tentu amat langka. Hal inilah yang dilakukan oleh para qari kecamatan Sakti, kabupaten Pidie selama delapan tahun.
Mereka adalah “Pahlawan Lagu Pidie” yang dengan gigih mempertahankan benteng terakhir irama lokal dalam membaca Alquran sebelum seluruhnya ditelan zaman. Saat ini mereka berhenti sementara (dua tahun) karena berjangkitnya wabah Covid 19.
Peristiwa inilah yang saya laporkan setelah saya wawancara Teungku (Tgk) Ilyas Harun lewat telepon seluler jam 06.00 pagi, Jumat, 15 April 2022. Saat itu, saya berada di Bale Tambeh, Tanjung Selamat, Aceh Besar, sementara Tgk Ilyas sedang di Masjid Nurul Huda, gampong Bucue, kecamatan Sakti, Pidie. Berikut rangkuman dialog itu terkait Safari Ramadhan.
Sekitar awal tahun 2012, timbul ide dari sejumlah qari ( ahli membaca Alquran) untuk melakukan Safari Ramadhan pada bulan puasa tahun itu di kabupaten Pidie..
Jumlah qari yang aktif dalam Safari Ramadhan 10 orang, berasal dari beberapa gampong (kampung), yaitu gampong Bucue, Riweuek, Lameue, Pante Krueng, Beutong Pocut dan gampong Jeumpa.
Nama para qari adalah: Tgk Ilyas Harun, Tgk Sabbiyani, Pak Jafar, yang pernah jadi Camat di kecamatan Tangse, Tgk. Banta Ajad, Tgk Mansur Hasan, Tgk Amri, Tgk Abdul Hamid, Tgk Abdussamad, Sayid Yasir, dan Sayid Fahmi.
Selama delapan kali bulan puasa, mereka telah menjelajah hampir seluruh kabupaten Pidie. Baik bagian tengah, barat, timur, utara dan selatan. Kehadiran mereka ke berbagai gampong di kabupaten Pidie rata-rata karena diundang.
Alhamdulillah, dengan mulai landainya Covid 19, pada malam 17 Ramadhan 1443 H lalu para qari asal kecamatan Sakti telah diundang ke Meunasah Peureulok, dan malam tanggal 21 puasa diundang ke Meunasah Peutoe. Kedua tempat itu dalam kecamatan Indra Jaya, Pidie.
Kalau di tahun 1980-an, Bupati Pidie Drs. Nurdin AR dapat membangkitkan kembali Dalail Khairat lewat Lomba Dalail Khairat se kabupaten Pidie, semoga dalam hal lagu Pidie pun dapat diangkat kembali oleh Pejabat Bupati Pidie sekarang Ir. Wahyudi Adisiswanto, M.Si.
Sekiranya benar-benar terlaksana, rakyat Pidie patut bersyukur dan mengucapkan: Alhamdulilah…
*Penulis, pengelola Bale Tambeh, tempat belajar Kitab huruf Jawoe Bahasa Aceh