Berita  

Koalisi Tim 9 Desak Pemerintah Rafitikasi Konvensi ILO C 188

DONYAPOST, Banda Aceh — Koalisi tim 9 melakukan aksi demo untuk mendesak pemerintah Aceh segera ratifikasi konvensi ILO C 188 tentang “pekerjaan dalam penangkapan ikan”, aksi berlangsung di halaman Kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Rabu (3/4/2024).

Hal ini melakukan aksi damai simbolik di tiga kota di Indonesia yaitu Jakarta, Bitung dan Banda Aceh secara serentak. Hal ini untuk mendesak Presiden Joko Widodo segera meratifikasi Konvensi ILO C 188 untuk memberikan perlindungan kepada nelayan, khususnya awak kapal nelayan.

Koodinator Peneliti Kebijakan Kelautan dan Perikanan Greenpeace, Crisna Akbar menjelaskan, aksi kami pada kali ini persoalan untuk mendukung terkait standar kerja layak di atas kapal nelayan, sebenarnya persoalan ratifikasi ILO C 188 sudah pernah kami ajukan beberapakali kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh dan kepada instansi Pemerintah Aceh lainnya.

“Seharusnya standar bagaimana kerja di atas kapal perikanan Indonesia ataupun di atas kapal imigran berbendera asing, sehingga yang kami sampaikan hari ini adalah banyaknya pemuda Aceh bekerja di atas kapal perikanan negara asing mengalami eksploitasi kerja.

Kerja paksa di atas kapal perikanan, dan bahkan ada yang meninggal langsung dilarungkan ke laut, hingga keluarga korban tidak mendapatkan hak apapun, tidak mendapatkan jaminan dan asuransi lainnya,” ungkap Crisna.

Crisna melanjutkan, titik yang paling penting adalah kasus ini sudah dala tahap pemeriksaan di Polda Aceh, sebenarnya Indonesia sudah banyak menerbitkan kebijakan pekerjaan di atas kapal, tapi sayangnya hari ini undang-undang yang telah diterbitkan masih belum efektif berjalan, salah satu buktinya masih banyak nelayan di Aceh belum memiliki perjanjian kerja di atas kapal perikanan padahal ini adlah salah satu syarat bekerja di kapal perikanan dan juga belum mendapatkan jaminan sosial.

“Ini menjadi tugas kita bersama selaku masyarkat sipil mendorong Pemerintah membuat standar dalam proses perizinan ini benar-benar diterapkan sesuai dengan undang-undang yang belaku di Indonesia. Dan adanya upaya-upaya pengiriman pekerja di atas kapal nelayan bendera asing melibatkan dunia pendidikan,” jelas Crisna

Sebab itu, adanya Mou antara beberapa sekolah dengan Manning Agency dalam hal ini bersepakat untuk merekrut penempatan pekerjaan yang dilaksanakan secara illegal. Sayangnya setelah di tempatkan, gaji pekerja ini tidak diberi dan bahkan ada yang meninggal.

“harapan kami adalah bagaimana pemerintah Aceh untuk memanggil pihak Dinas Pendidikan Aceh untuk melakukan evaluasi terkait kerjasama yang sudah ditanda tangani antara sekolah-sekolah menengah kejuruan yang ada di Aceh dengan pihak Manning Agency, kemudian melihat apakah Manning Agency ini memiliki izin atau tidak, karena hampir rata-rata tidak memiliki izin,” ungkap Crisna.

Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh, Mawardi menanggapi, hal ini adalah bagian dari aspirasi, sebagian besar masyarakat kita mengadu nasib mencari nafkah pada bagian lautan, Pemerintah Aceh memastikan telah mengeluarkan regulasi- regulasi yang mengatur tentang kesejahteraan kepada masyarakat nelayan baik itu beroperasi dalam negeri maupun luar negeri.

“Sesuai disebutkan adanya pihak yang merekrut tenaga kerja berasal dari Lembaga Pendidikan untuk bekerja di atas kapal perikanan sehingga adanya hak pekerja diabaikan,” ungkap Mawardi.

Mawardi melanjutkan, kita akan melibatkan Dinas Ketenagakerjaan dan Dinas Kelautan dan Perikanan untuk dikaji sama-sama dan juga melibatkan tim koalisi 9 konvensi ILO C 188 untuk memberikan penjelasan yang lebih jelas.

“Sangat berterima kasih kepada saudara sekalian yang menjadikan ini isu yang sangat penting untuk disikapi oleh pemerintah Aceh, karena ini tugas kami melindungi hak-hak masyarakat, ungkap Mawardi.

Sebab, permasalahan ini akan diperpanjang hingga ke Kementrian Kelautan dan Perikanan , apa yang telah dituangkan dalam surat rekomendasi ini akan kita telaah bersama-sama.

Mantan Awak Kapal Perikanan Migran Asal Aceh, Ikbal Wardana Perekrutan dan penempatan pekerja kapal perikanan yang akan bekerja di atas kapal baik lokal maupun migran perlu dilakukan pengawasan, karena banyak para calo yang menyasar para calon pekerja dan memberikan iming-iming dengan gaji yang besar jika kita ingin bekerja ke atas kapal perikanan di luar negeri.

Iming-iming ini terkadang tidak sesuai dengan apa yang diberikan, misalnya seperti yang saya alami sampai saat ini gaji belum dibayarkan kemudian dokumen dipalsukan. Tidak hanya itu ketika bekerja di atas kapal kami tidak mendapatkan perlakuan yang baik, mulai dari jam kerja yang berlebihan sampai dengan dipaksa untuk memakan makanan yang sudah tidak layak.

“Kejadian ini kami harap tidak dialami lagi oleh anak-anak Aceh yang ingin bekerja ke atas kapal ikan di luar negeri, punya mimpi untuk sukses hidup di rantau ternyata pulang hanya dengan membawa mimpi.”

“Selain itu pemerintah juga perlu hadir untuk melakukan pengawasan, membasmi calo-calo yang tidak jelas melakukan perekrutan secara tidak jelas, apa lagi jika perekrutan ini melibatkan dunia pendidikan tentu sangat di sayangkan.”

“Syukur saja jika pulang seperti kami masih bisa bertemu dan berkumpul dengan keluarga, sementara dengan kawan-kawan kami yang meninggal di atas kapal kemudian jenazahnya di larung di laut, seberapa sedihnya orang tuanya,” tutupnya. []