Berita  

Malam Tanpa Sinyal, Cerita Pria Gayo Lues di Hadapan Mualem

Ilustrasi dibuat Gemini AI

DONYAPOST, Gayo Lues — Malam Sabtu, 20 Desember 2025, hujan memang telah reda di sebagian wilayah Gayo Lues. Namun bagi banyak warganya, bencana belum benar-benar berlalu.

Di balik lereng-lereng yang runtuh dan badan jalan yang lenyap disapu banjir bandang, kehidupan terasa ikut terputus—seperti sinyal komunikasi yang hingga kini belum kembali menyala.

Di tengah situasi itulah, suara warga Gayo Lues akhirnya sampai ke telinga Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf (Mualem). Suara itu disampaikan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Wilayah (MPW) Fahmi Tamami Aceh, Tgk Idris Arami, saat bersilaturahmi di Pendopo Bupati Gayo Lues.

Bukan sekadar laporan formal, melainkan potret getir kehidupan masyarakat yang masih terjebak dalam keadaan darurat. Beberapa hari sebelumnya, Tgk Idris turun langsung mendampingi tim relawan Dinas Kesehatan Provinsi Aceh menembus wilayah-wilayah terdampak.

Mereka mendatangi titik-titik pengungsian, memberikan pelayanan kesehatan seadanya, sembari menghadapi keterbatasan yang nyaris tak terbayangkan.

“Masih ada masyarakat yang terisolir. Sampai hari ini belum bisa dijangkau lewat jalur darat,” ucap Tgk Idris lirih, suaranya menyimpan kelelahan sekaligus keprihatinan.

Di banyak titik, badan jalan bukan sekadar rusak—ia benar-benar hilang. Longsor dan banjir bandang menyeretnya hingga tak berbekas. Akibatnya, bantuan tersendat, bahkan terhenti sama sekali. Warga bertahan dengan persediaan yang kian menipis, menunggu dalam ketidakpastian.

Kegelapan datang lebih cepat. Listrik padam, BBM langka, sinyal komunikasi terputus. Malam hari di pengungsian berubah menjadi ruang sunyi, hanya diterangi lampu seadanya. Ketika anak-anak demam dan orang tua mengeluh sakit, kabar tak selalu bisa segera keluar dari desa.

Yang paling menghantam adalah hilangnya sumber penghidupan. Lahan pertanian rusak, kebun kopi—nadi kehidupan masyarakat Gayo Lues—hancur tersapu lumpur. Yang hilang bukan hanya hasil panen, tetapi juga harapan untuk bertahan di bulan-bulan mendatang.

“Yang dibutuhkan sekarang bukan janji, tapi pemulihan paling dasar: jalan, BBM, listrik, dan sinyal,” tegas Tgk Idris di hadapan Mualem. Tanpa itu semua, kata dia, masyarakat seperti terkurung di wilayahnya sendiri.

Mendengar paparan tersebut, Mualem tak menyembunyikan keprihatinannya. Ia menyampaikan kesedihan mendalam atas bencana yang menimpa Gayo Lues—bencana yang ia nilai sangat dahsyat dan meninggalkan luka panjang bagi masyarakat.

Di luar pendopo, malam terus berjalan. Di desa-desa yang gelap dan masih terisolir, warga Gayo Lues tetap menunggu: menunggu jalan kembali terbuka, menunggu bantuan tiba, menunggu sinyal kembali menyala—agar suara mereka tak lagi terputus dari dunia luar.

Di Gayo Lues, banjir bandang bukan sekadar membawa air dan lumpur. Ia membawa kesunyian panjang, yang hingga kini masih dirasakan warga, satu per satu.