DONYAPOST, Jakarta — Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) mendesak pemerintah pusat segera menetapkan status Darurat Bencana Nasional menyusul banjir dan longsor besar yang melanda sejumlah provinsi di Sumatera.
Organisasi mahasiswa itu menilai skala bencana tidak lagi dapat ditangani secara lokal dan membutuhkan intervensi nasional yang cepat, terukur, dan transparan.
Dalam pernyataan resminya yang dikutip donyapost.com, Minggu (30/11/2025), Ketua Umum PB PMII Mohammad Shofiyulloh Cokro menegaskan kerusakan masif, korban jiwa yang terus bertambah, hingga lumpuhnya aktivitas sosial-ekonomi masyarakat telah melampaui kapasitas pemerintah daerah.
PB PMII menyoroti ketidaktegasan pemerintah dalam menetapkan status bencana. Padahal, menurut mereka, parameter untuk penetapan Darurat Bencana Nasional sesuai amanat UU No. 24 Tahun 2007 telah terpenuhi.
“Kerusakan besar dan tingginya jumlah korban jelas menunjukkan bencana ini bukan skala wilayah. Sikap ambigu pemerintah membuat mobilisasi sumber daya terhambat,” kata Cokro.
PB PMII menilai ketidaktegasan tersebut berimplikasi pada lambatnya operasi penyelamatan di banyak daerah yang saat ini terisolasi. “Dalam kondisi seperti ini, kecepatan adalah kunci,” tegasnya.
PB PMII juga menyoroti buruknya koordinasi antarlembaga pemerintah, keterlambatan distribusi logistik, minimnya fasilitas evakuasi, dan tidak meratanya akses bantuan.
Berbagai laporan kader dan relawan PMII di lokasi menunjukkan bahwa sebagian masyarakat belum tersentuh bantuan berhari-hari.
PB PMII bahkan mengkhawatirkan adanya upaya mereduksi skala bencana. “Ada kesan pemerintah menahan informasi sehingga publik tidak melihat urgensi yang sesungguhnya. Dalam bencana, transparansi itu mutlak,” ujar Cokro.
Menurut PMII, keterlambatan informasi bukan hanya persoalan citra, tetapi dapat mengancam keselamatan warga.
Atas situasi yang semakin memburuk, PB PMII secara tegas menuntut pemerintah pusat segera menetapkan status Darurat Bencana Nasional demi mempercepat mobilisasi TNI, Polri, BNPB, Basarnas, Kementerian Sosial, dan kementerian/lembaga terkait lainnya.
“Penetapan status nasional bukan sekadar nomenklatur, tetapi langkah strategis untuk mengerahkan seluruh potensi negara,” tegas Cokro.
Kerusakan infrastruktur vital seperti jembatan, rumah sakit, sekolah, jaringan energi, hingga hilangnya ribuan tempat tinggal memperkuat urgensi tersebut. “Setiap jam keterlambatan berarti nyawa yang terancam.”
Di sisi lain, PB PMII melalui Lembaga Mitigasi dan Penanganan Bencana PB PMII yang dipimpin Rico Andi Prastiawan menginstruksikan seluruh struktur PMII—mulai dari PC hingga PKC—untuk membuka posko bantuan dan penggalangan dana secara masif.
Gerakan ini mencakup pemenuhan kebutuhan dasar korban, dukungan psikososial, serta mobilisasi relawan.
“Bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi amanah bersama. Solidaritas adalah kekuatan terbesar bangsa ini,” ujar Cokro.
PB PMII menegaskan bahwa keselamatan rakyat harus ditempatkan di atas kepentingan apa pun. Pemerintah diminta bertindak cepat, transparan, dan bertanggung jawab demi mencegah jatuhnya korban lebih banyak.





