Kampus  

Kisah Ukhti, Anak Buruh Penerima KIP Kuliah di Syiah Kuala

Rektor USK, Prof. Dr. Ir. Marwan menyerahkan bingkisan kepada Ukhti Nia Ulfa pada kegiatan Pakarmaru 2025 di AAC Dayan Dawood, Senin (11/8/2025). Foto Humas

DONYAPOST, Banda Aceh — Di tengah lautan wajah-wajah penuh semangat mahasiswa baru yang memenuhi Gedung AAC Dayan Dawood, terselip satu kisah yang mencuri perhatian.

Kisah itu datang dari Ukhti Nia Ulfa, mahasiswi asal Aceh Selatan yang baru saja menapakkan kaki di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Syiah Kuala (USK).

Hari itu, ribuan mahasiswa baru sedang mengikuti Pembinaan Akademik dan Karakter Mahasiswa Baru (PAKARMARU) 2025. Di hadapan mereka, Ukhti berdiri membagikan cerita tentang perjuangan hidupnya.

Lahir dari keluarga sederhana, ia tumbuh di rumah dengan ayah yang bekerja sebagai buruh harian lepas dan ibu yang sepenuhnya mengurus rumah. Empat bersaudara, hidup mereka tidak pernah berlimpah.

“Bisa dibilang saya lahir dari keluarga menengah ke bawah,” ujarnya jujur.

Meski begitu, keterbatasan tidak pernah menjadi penghalang. Sejak sekolah, Ukhti selalu berada di peringkat pertama. Para guru bahkan sering mendorongnya untuk memilih jurusan Kedokteran. Namun, bagi keluarganya, itu adalah mimpi yang mahal.

“Kata mamak, kalau kedokteran pasti biayanya mahal,” kenang Ulfa. Ia sempat meyakinkan sang ibu dengan menyebut adanya pendaftaran KIP Kuliah. Namun, keraguan tetap ada. “Belum tentu lulus,” jawab ibunya kala itu.

Saat jalur SNBP dibuka, Ukhti mengambil langkah berani. Ia memilih Farmasi—salah satu program studi paling kompetitif di USK.

“Saya sudah berani mencoba, enggak ada yang seberani saya mencoba tunggal,” katanya, memantik senyum Rektor USK, Prof. Dr. Ir. Marwan, yang mendengar langsung ceritanya dari mimbar. “Wah dia riset dulu, ini bagus ya,” timpal sang Rektor. Sayangnya, pilihan pertama itu tak membuahkan hasil.

Namun kegagalan tak membuatnya mundur. Di jalur SNBT, ia kembali mencoba. Kali ini, ia diterima di pilihan kedua—Ilmu Keperawatan. Bagi Ukhti, ini bukan sekadar keberuntungan.

“Mungkin itu jalan saya. Mungkin saya bisa jadi master di Ilmu Keperawatan,” ucapnya penuh optimisme, disambut tepuk tangan dari hadirin.

Prof. Marwan pun memberikan apresiasi. Menurutnya, keberanian Ukhti adalah cermin nyata dari doa yang dibarengi usaha. Ia menegaskan, USK berkomitmen penuh mendukung mahasiswa kurang mampu lewat KIP Kuliah—yang saat ini jumlah penerimanya di USK telah mencapai lebih dari 1.700 orang. Program ini menanggung penuh biaya pendidikan sekaligus biaya hidup mahasiswa.

Meski begitu, sang Rektor mengingatkan ada tanggung jawab besar yang menyertai. “Yang penting diingat, tanggung jawab penerima KIP Kuliah harus selesai 8 semester, dengan IPK minimal 2,75. Tidak boleh lebih rendah, jika tidak maka KIP Kuliah akan dihentikan,” tegasnya.

Sebelum menutup, Prof. Marwan menyampaikan motivasi khusus untuk Ulfa dan seluruh mahasiswa Keperawatan. “Banyak alumni keperawatan USK yang sukses bekerja di luar negeri, mulai dari Korea, Jepang, Belanda, hingga Arab Saudi. Jadi jangan khawatir, jangan kalah dengan dokter. Kamu terbuka kesempatan kerja ke luar negeri. Fokus juga belajar bahasa asing,” pesannya.