Novita Sari Ikuti Program Akademik Bergengsi di Amerika

Novita Sari, S.Psi., M.Psi., Psikolog, dosen Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran USK | Foto Ist

DONYAPOST, Banda Aceh — Novita Sari, S.Psi., M.Psi., Psikolog, dosen Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (USK), tengah menorehkan prestasi membanggakan di kancah internasional.

Ia terpilih sebagai peserta Oberlin Shansi Visiting Scholar, sebuah program akademik bergengsi yang berlangsung di Oberlin College, Ohio, Amerika Serikat.

Program ini memberikan kesempatan kepada akademisi dari Asia untuk mengembangkan kompetensi profesional dan akademik mereka selama satu semester penuh.

Lulusan Magister Profesi Psikologi Klinis Universitas Gadjah Mada (UGM) itu selama ini dikenal aktif dalam bidang pengajaran dan praktik klinis. Di Oberlin, Novita tidak hanya terlibat dalam kegiatan ilmiah kampus, tetapi juga aktif membangun relasi dengan komunitas lokal dan menyuarakan isu-isu yang dekat dengan pengalaman masyarakat Indonesia, khususnya Aceh.

“Salah satu tujuan utama saya adalah memperluas jejaring akademik internasional dan mengadopsi metode pengajaran baru yang lebih kontekstual dan inovatif,” ujar Novita.

Kontribusi Novita terasa nyata saat ia menyampaikan kuliah umum bertema trauma pascabencana dan konflik di Aceh. Kuliah ini disampaikan kepada mahasiswa, dosen, serta masyarakat Oberlin, dan disambut antusias karena relevansinya secara global.

Ia juga mengikuti pelatihan Mental Health First Aid (MHFA) dan kini telah tersertifikasi oleh National Council for Mental Wellbeing, Amerika Serikat, sebagai first aider dalam penanganan kesehatan mental dasar.

Tak hanya itu, Novita juga hadir di forum-forum ilmiah internasional, termasuk konferensi tentang trauma kompleks dan disosiasi. Di sana, ia berdiskusi langsung dengan para pakar lintas negara, serta mendapatkan supervisi dari profesor Oberlin College untuk merancang proposal risetnya tentang trauma pascabencana.

Bagi Novita, program ini tidak hanya soal akademik. Ia sangat terkesan dengan atmosfer kampus yang inklusif dan penuh toleransi.

“Salah satu momen yang paling saya kenang adalah saat kampus menggelar buka puasa bersama bagi seluruh sivitas akademika dari berbagai agama. Bahkan setiap Jumat, ada makan siang gratis yang terbuka untuk semua,” kenangnya.

Dari sisi pengajaran, ia mencatat pentingnya project-based learning, penggunaan sistem manajemen pembelajaran (LMS) yang terintegrasi, serta standar publikasi ilmiah internasional yang ketat namun terstruktur.

Novita berharap pengalaman ini bisa menjadi inspirasi bagi dosen-dosen muda di Indonesia, khususnya di USK. Ia mengajak rekan-rekannya untuk aktif mencari peluang global, meningkatkan kemampuan bahasa, dan mempersiapkan portofolio akademik secara matang.

“Program seperti ini sangat transformatif. Kita tidak hanya belajar, tapi juga tumbuh sebagai penghubung antara Indonesia dan dunia,” pesannya.

Partisipasi Novita dalam Oberlin Shansi Visiting Scholar menjadi bukti nyata bahwa talenta akademik Indonesia, termasuk dari Aceh, mampu bersaing dan memberi dampak di panggung internasional.