Berita  

Penambahan Batalyon TNI di Aceh Bertentangan dengan Perjanjian

Wali Nanggroe PYM Malik Mahmud Ketua Komisi 1 DPRA, Tgk Muharuddin

DONYAPOST, Banda Aceh — Wali Nanggroe Aceh, Tgk Malik Mahmud Alhaytar, menegaskan bahwa rencana penambahan empat batalyon TNI di Aceh bertentangan dengan perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (MoU Helsinki) yang ditandatangani pada 2005.

“Selama perdamaian berlaku, masyarakat Aceh merasa aman dan yakin bahwa pemerintah berkomitmen pada perjanjian MoU Helsinki. Bahkan, eks kombatan GAM telah bahu-membahu menjaga keamanan sejak 2005,” kata Wali Nanggroe, menanggapi rencana tersebut, Sabtu (3/5/2025).

Menurutnya, situasi geopolitik dunia saat ini, termasuk hubungan baik Indonesia dengan negara-negara tetangga seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Australia, tidak mendukung alasan penambahan personel TNI di Aceh.

Ia menambahkan, jika ada ancaman luar, rakyat Aceh siap menanganinya, mengingat sejarah panjang Aceh yang telah mampu bertahan menghadapi penjajahan Portugis, Belanda, dan Jepang.

“Yang penting adalah kepercayaan dan komitmen bersama pada apa yang telah disepakati dalam perjanjian damai. Itu adalah benteng pertahanan yang kokoh bagi masa depan Aceh yang lebih baik,” tambah Tgk Malik Mahmud.

Ketua Komisi 1 DPRA, Tgk Muharuddin, juga mengkritik rencana tersebut, menyatakan bahwa penambahan batalyon TNI dapat memicu trauma bagi masyarakat Aceh yang telah hidup tenang sejak perdamaian tercapai.

“Masyarakat Aceh sudah damai dan bersinergi dengan TNI. Jangan sampai penambahan batalyon ini membuat mereka kembali ketakutan dan mengingat masa lalu,” kata Tgk Muharuddin.

Politisi Partai Aceh ini menjelaskan bahwa dalam kesepakatan damai, jumlah tentara yang tetap berada di Aceh pasca-relokasi adalah 14.700 orang. Selain itu, MoU Helsinki juga mengatur agar tidak ada pergerakan tentara besar-besaran setelah penandatanganan perjanjian.

Saat ini, lanjut Tgk Muharuddin, terdapat 13 batalyon yang tersebar di berbagai daerah di Aceh. Ia menilai, untuk memperkuat pertahanan wilayah, cukup dengan memperkuat tentara organik yang ada tanpa perlu membentuk batalyon baru. Penambahan batalyon justru dapat meningkatkan trauma masyarakat yang masih teringat konflik masa lalu.

Terkait hal ini, Tgk Muharuddin meminta Kementerian Pertahanan RI untuk meninjau ulang rencana pembangunan empat batalyon baru di Aceh. “Kami berharap Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Pertahanan, dapat berdialog dengan Pemerintah Aceh dan DPRA untuk mencari solusi terbaik,” katanya.

Seperti diketahui, Kementerian Pertahanan RI berencana membangun empat Batalyon Teritorial Pembangunan (YTP) di Pidie, Nagan Raya, Aceh Tengah, dan Aceh Singkil, dengan masing-masing pembangunan akan dilaksanakan oleh berbagai perusahaan swasta. []