Indeks

Warga Tamiang Ungkap Bencana Seperti “Tsunami dari Sungai”

Bantuan Pemerintah mulai disalurkan ke Kabupaten Aceh Tamiang | Foto Humas Pemerintah Aceh

DONYAPOST, Aceh Tamiang — Di tengah lumpuhnya listrik, akses dan komunikasi, Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) menerobos wilayah Aceh Tamiang untuk menyalurkan bantuan pada Rabu (3/12/2025) malam. Ia banyak merekam semua keluh kesah warganya.

Berangkat dari Lhokseumawe, rombongan tiba sekitar pukul 23.00 WIB dan terus membagikan bantuan hingga pukul 03.15 WIB. Dengan kondisi wilayah yang gelap gulita, jalan masih dipenuhi lumpur, dan puluhan kendaraan rusak tergeletak di pinggir jalan.

Mualem bergerak menembus kawasan terparah. Di Kampung Dalam, Kecamatan Karang Baru, ia menyaksikan langsung permukiman yang rata dengan tanah. Rumah-rumah tak lagi berdinding; sebagian hanya menyisakan pondasi yang berdiri di antara puing.

Bantuan 30 ton sembako yang disumbangkan warga Medan turut dibagikan kepada warga Aceh Tamiang dan pengungsi yang bertahan di posko-posko darurat sepanjang jalan nasional Banda Aceh–Medan.

“Kita sedih dan pilu melihat kondisi ini. Kita harap rakyat Aceh tabah menghadapi cobaan banjir dan longsor,” kata Mualem.

Ia mengakui kebutuhan air bersih dan elpiji masih sangat kurang dan berjanji bantuan susulan segera menyusul.

Kesaksian warga menguatkan betapa dahsyatnya bencana kali ini. Ishak alias Kureng, warga Desa Menang Gini, menceritakan banjir mulai naik Rabu malam dan dalam dua hari mencapai 3,5 meter.

“Kami terjebak empat hari empat malam. Arus kencang sekali, rumah hancur semua,” ujarnya. Ia kini mengungsi bersama sekitar 50 warga di kantor KPA.

Kebutuhan mereka mendesak: makanan, air bersih, obat-obatan, terutama untuk bayi. Banyak anak sudah mulai demam. “Saat banjir, yang diselamatkan cuma keluarga. Yang tersisa hanya baju di badan,” katanya.

Wahyu Putra Pratama, warga Kampung Dalam, menggambarkan air naik begitu cepat hingga setinggi kabel listrik. “Hanya satu setengah jam langsung tiga meter. Kami terjebak lima hari lima malam,” tuturnya.

Ia dan warga bertahan hidup dengan memakan apa pun yang ditemukan—kelapa, pisang, bahkan berenang sambil mengikat pinggang agar tidak terbawa arus.

Menurutnya, dari seluruh rumah di kampung mereka, hanya 20 persen yang tersisa. “Ini seperti tsunami, cuma bedanya air sungai. Korban jiwa sekitar 250 orang, termasuk 150 yang belum ditemukan,” katanya.

Rudi, warga Medan yang menginisiasi pengiriman bantuan, mengatakan satu truk berisi sekitar 30 ton sembako sudah tiba dan truk berikutnya menyusul. “Kami juga membuka posko di Medan untuk siapa saja yang ingin membantu Aceh,” ujarnya.

Kondisi Aceh Tamiang menggambarkan tingkat kerusakan yang ekstrem—permukiman luluh lantak, ratusan warga hilang, dan ribuan masih bertahan di titik-titik pengungsian. Dalam situasi yang belum stabil ini, warga berharap bantuan lebih cepat, khususnya akses air bersih, obat-obatan, serta evakuasi bagi wilayah yang masih terisolasi.

Meski bantuan mulai berdatangan, suara-suara warga Aceh Tamiang menegaskan satu hal: bencana kali ini bukan banjir biasa, melainkan hantaman besar yang memerlukan penanganan jauh lebih serius dan terkoordinasi.

Exit mobile version