Berita  

UBBG Perkuat Seni Tradisi Aceh lewat Workshop Digitalisasi Rapai Bur’am

Para peserta unjuk kebolehan di Workshop Digitalisasi dan Penguatan Kapasitas Komunitas Seni Rapai Bur’am. Waspada/Ist

DONYAPOST, Banda Aceh — Upaya pelestarian seni tradisi Aceh terus diperkuat Universitas Bina Bangsa Getsempena (UBBG) melalui Workshop Digitalisasi dan Penguatan Kapasitas Komunitas Seni Rapai Bur’am yang digelar di aula mini kampus setempat, Selasa (18/11/2025) lalu.

Ketua Pelaksana Asifa Askhan, S.Sn., M.Sn, kepada media, Jumat (21/11/2025), menjelaskan, kegiatan ini bagian dari Hibah Program Inovasi Seni Nusantara (PISN) Kemdiktisaintek 2025. Komunitas Rapai Bur’am—yang telah eksis lebih dari 15 tahun—menjadi fokus utama dalam workshop ini.

Dia menyebutkan, para seniman bur’am dikenal dengan karakter musikal yang khas, energi ritmis yang kuat, serta kemampuan mencipta karya baru tanpa meninggalkan akar tradisi.

Namun, lanjut Asifa, sebagian besar repertoar mereka masih diwariskan secara lisan, sehingga pendokumentasian menjadi kebutuhan mendesak untuk menjaga keberlangsungan tradisi.

Asifa menambahkan, selama workshop, peserta diperkenalkan pada sejarah, filosofi, teknik permainan, hingga karakter musikal rapai bur’am langsung dari para maestro. “Model pembelajaran dibuat terbuka dan membumi, mengikuti tradisi “belajar dari rasa” yang telah lama diwariskan. Selain itu, peserta juga mengikuti sesi praktik permainan rapai dan eksplorasi ritme yang menjadi ciri khas gaya bur’am,” ujar dia.

Dikatakan, salah satu agenda inti adalah proses pendokumentasian dan rekaman langsung (live record) karya-karya bur’am. Rekaman tersebut menjadi luaran penting program PISN sebagai arsip budaya jangka panjang yang dapat diakses seniman, peneliti, akademisi, serta generasi penerus.

“Puncak kegiatan berlangsung pada malam hari melalui Gelar Karya Rapai Bur’am di panggung Teater UBBG. Lima karya ditampilkan, yakni Lapan Boh Punca, Peuneutoh Rapai, Haba Peuingat, Bintang, dan Dikeratep. Pertunjukan mendapat sambutan antusias dari mahasiswa, akademisi, pegiat seni, hingga masyarakat umum,” tukas Asifa.

Asifa menegaskan, program ini bukan sekadar pelatihan, melainkan langkah strategis memperkuat identitas dan keberlanjutan seni tradisi Aceh. “Kegiatan ini bertujuan memperkuat proses pewarisan, dokumentasi, dan pengembangan seni rapa’i dalam konteks kekinian,” kata ketua pelaksana kegiatan ini yang ikut didukung oleh Ully Muzakir, M.T dan Riska Gebrina, S.Pd., M.Sn.

Asifa juga menyampaikan apresiasi kepada Kemdiktisaintek atas dukungan fasilitas yang memungkinkan terjalinnya kemitraan ini.

Sementara Pendiri Komunitas Bur’am, Zulkifli, memberikan refleksi mendalam mengenai pentingnya dokumentasi.

“Banyak ritme dan ilmu kami yang hanya hidup dalam ingatan para pemain. Dengan dokumentasi ini, kami lega karena apa yang kami jaga bertahun-tahun akhirnya dapat diwariskan lebih luas,” katanya.

Ia menambahkan, minat generasi muda semakin kuat, dan workshop ini menjadi jembatan penting antara tradisi dan masa depan. “Rapai harus terus hidup. Dan untuk hidup, ia harus dibagikan,” ujarnya.

Melalui workshop dan gelar karya ini, Komunitas Rapai Bur’am mengharapkan semakin kuat dalam aspek dokumentasi, regenerasi, dan pengembangan karya.

Program ini sekaligus menegaskan pentingnya kolaborasi antara komunitas seni, perguruan tinggi, dan lembaga kebudayaan dalam menjaga warisan budaya Aceh agar tetap relevan di tengah perkembangan zaman.(id64)

Teks: Para peserta unjuk kebolehan di Workshop Digitalisasi dan Penguatan Kapasitas Komunitas Seni Rapai Bur’am. Waspada/Ist