Berita  

Hakim MK RI Ridwan Mansyur: Konstitusi adalah Sumber Tertinggi Hukum

DONYAPOST, Banda Aceh  – Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Dr. Ridwan Mansyur, S.H., M.H., menegaskan bahwa konstitusi merupakan supreme law of the land, sumber tertinggi dari segala hukum yang mengatur kehidupan bernegara.

Menurutnya, seluruh undang-undang, peraturan pemerintah, hingga keputusan presiden harus selalu selaras dengan semangat UUD 1945.

“Segala keputusan dan tindakan hukum negara, sekecil apa pun, tidak boleh keluar dari konstitusi. Di sinilah letak makna constitutional supremacy,” ujar Ridwan dalam kuliah umum di Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Jumat (31/10/2025).

Ridwan menjelaskan, judicial review merupakan wujud kedaulatan konstitusi sekaligus instrumen utama untuk memastikan supremasi konstitusi di atas kekuasaan politik dan legislasi.

Menurutnya, hal tersebut bukan sekadar proses hukum, melainkan manifestasi cita-cita demokrasi yang menjamin agar setiap kebijakan publik tunduk pada nilai-nilai konstitusi.

“Demokrasi bisa melenceng ketika kekuasaan berjalan tanpa kendali. Di sinilah MK hadir untuk memastikan bahwa idealitas konstitusi seperti keadilan, kesetaraan, dan perlindungan HAM tetap hidup dalam realitas politik dan kebijakan negara,” jelasnya.

Ridwan juga menyoroti sistem dualisme judicial review di Indonesia, di mana Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan di bawah undang-undang, sedangkan Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap UUD 1945.

Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Dr. Ridwan Mansyur, S.H., M.H., menegaskan bahwa konstitusi merupakan supreme law of the land, sumber tertinggi dari segala hukum yang mengatur kehidupan bernegara.Dualitas ini, katanya, mencerminkan keseimbangan institusional dalam menjaga tatanan hukum nasional.

Dalam paparannya, Ridwan menekankan pentingnya asas-asas hukum acara MK yang menjunjung keadilan substantif, seperti independensi, imparsialitas, keterbukaan sidang, peradilan cepat dan bebas biaya, serta asas audi et alteram partem (mendengar kedua belah pihak).

“Setiap perkara konstitusi harus ditangani dengan asas yang menjamin keadilan, bukan sekadar formalitas hukum,” tegasnya.

Di akhir sesi, Ridwan menegaskan pentingnya memahami hak konstitusional warga negara, baik yang disebut secara eksplisit (enumerated rights) maupun tersirat dalam semangat konstitusi (implied rights), termasuk hak atas bantuan hukum, praduga tak bersalah, dan keadilan sosial.

Sementara itu, Dekan FSH UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. Kamaruzzaman Bustamam Ahmad (KBA), menyebut kegiatan ini menjadi ruang penting bagi mahasiswa dan dosen untuk memahami hukum konstitusi sebagai dinamika sosial-politik yang hidup, bukan sekadar teks normatif.

“Kegiatan ini merupakan bagian dari kerja sama kelembagaan antara UIN Ar-Raniry dan Mahkamah Konstitusi RI. Melalui forum ini, kita ingin memperkuat kesadaran konstitusional di kalangan sivitas akademika, bahwa hukum harus menjadi sarana menjaga keadilan dan keseimbangan demokrasi,” ujar KBA.

Kuliah umum bertema “Judicial Review sebagai Alat Kontrol Demokrasi antara Idealitas dan Realitas” tersebut diikuti lebih dari 100 mahasiswa dan dosen di Ruang Teater kampus setempat.

“Kita berkomitmen memperkuat pendidikan hukum nasional berbasis nilai keislaman. Mahasiswa tidak hanya harus hafal pasal, tetapi juga memahami filosofi di baliknya. Inilah langkah kecil namun penting untuk membangun bangsa yang adil, demokratis, dan konstitusional,” pungkasnya.