DONYAPOST, Banda Aceh — Dua kabupaten di Aceh, yaitu Aceh Barat dan Bireuen, akhir pekan ini sama-sama menorehkan catatan penting dalam kalender kebudayaan daerah.
Melalui pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh Barat (PKAB) 2025 dan Pekan Kebudayaan Bireuen I, masyarakat di kedua wilayah itu memperlihatkan semangat menjaga warisan budaya, memperkuat identitas daerah, dan meneguhkan nilai-nilai kebersamaan.
Di Meulaboh, Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah, secara resmi membuka PKAB 2025 yang digelar dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahun ke-437 Kota Meulaboh, Sabtu (11/10/2025).
Ajang ini menampilkan berbagai seni tradisi Aceh Barat seperti Tari Pho, Rateb Meuseukat, Rapa’i, dan Geundrang, disertai pameran kuliner serta kerajinan rakyat.
Dalam sambutannya, Fadhlullah menegaskan bahwa peringatan hari jadi Meulaboh bukan sekadar seremoni, melainkan bentuk penghormatan terhadap sejarah perjuangan dan kebijaksanaan masyarakatnya.
“Setiap kali kita menjejakkan kaki di tanah Meulaboh, kita seakan berdiri di pangkuan sejarah — tempat semangat Teuku Umar berkobar, mengajarkan arti keberanian dan cinta tanah air,” ujar Fadhlullah.
Ia menambahkan, pelaksanaan PKAB merupakan bagian nyata dari amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 dan Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang mendorong daerah mengembangkan potensi budaya secara berkelanjutan.
Fadhlullah juga mengapresiasi Bupati Aceh Barat, Tarmizi, beserta seluruh panitia atas penyelenggaraan kegiatan yang memperkuat kolaborasi antara seniman, pelaku ekonomi kreatif, dan masyarakat.
Sementara di Bireuen, semangat serupa juga bergema. Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, S.IP, MPA, menghadiri penutupan Pekan Kebudayaan Bireuen I di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Cot Gapu, Sabtu malam (11/10).
Kegiatan yang digelar dalam rangka HUT ke-26 Kabupaten Bireuen ini mengusung tema “Mahakarya Bumoe Jeumpa” dan diwarnai beragam pawai budaya, festival seni, hingga pameran pembangunan.
Dalam sambutannya, M. Nasir menyebut bahwa kegiatan ini adalah momen penting untuk meneguhkan jati diri masyarakat “Kota Juang”, sekaligus mengenang sejarah Bireuen sebagai pusat pemerintahan darurat Republik Indonesia pada masa agresi Belanda II (1947–1948).
“Semangat juang itu kini harus kita teruskan dalam bentuk baru — perjuangan membangun ekonomi rakyat, memperkuat sektor kreatif, dan menghidupkan kembali kebudayaan sebagai kekuatan sosial dan ekonomi,” ujarnya.
Ia menegaskan, Pemerintah Aceh berkomitmen mendukung langkah strategis Pemerintah Kabupaten Bireuen dalam mengembangkan sektor UMKM, pertanian, perdagangan, dan industri kreatif berbasis potensi lokal, sejalan dengan visi pembangunan berkelanjutan.
Baik di Meulaboh maupun di Bireuen, Pekan Kebudayaan tahun ini bukan hanya ajang seni dan hiburan, melainkan juga wujud kesadaran kolektif masyarakat Aceh untuk menjaga warisan budaya sekaligus menjadikannya sebagai fondasi kemajuan ekonomi dan karakter bangsa.
Melalui dua panggung kebudayaan di barat dan tengah Aceh itu, pesan yang mengemuka serupa: Aceh bukan hanya kaya akan sejarah dan tradisi, tetapi juga memiliki energi sosial untuk bangkit dan berinovasi melalui kekuatan budayanya.