Indeks
Berita  

Wali Nanggroe Tegaskan Intelijen Strategis Harus Berkeadaban

Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar

DONYAPOST, Banda Aceh — Suasana khidmat menyelimuti ruang bersejarah Meuligoe Wali Nanggroe di Banda Aceh ketika Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al-Haythar menyambut dua puluh satu peserta Pelatihan Intelijen Strategis Badan Intelijen Negara Republik Indonesia (BIN), Rabu (8/10/2025).

Kabag Kerjasama dan Humas Lembaga Wali Nanggroe, Zulfikar Idris, menyebutkan bahwa dalam pertemuan itu, Wali Nanggroe menyampaikan pandangan mendalam tentang pentingnya intelijen strategis yang berpijak pada nilai kemanusiaan, moralitas, dan kearifan lokal.

“Intelijen strategis harus berkeadaban,” ujar Wali Nanggroe dengan nada tegas namun penuh kebijaksanaan.
“Ketajaman analisis harus disertai kehalusan pendekatan dan penghormatan terhadap martabat manusia.”

Ia menegaskan, perdamaian Aceh bukan sekadar warisan sejarah, melainkan aset nasional dan internasional yang harus dijaga melalui keadilan, dialog, dan kesejahteraan. “Data dan angka tanpa konteks sejarah dan budaya ibarat peta tanpa arah,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Wali Nanggroe juga memaparkan Konsep Tiga Klaster Masa Depan Negara: Kelembagaan dan Budaya, Sensitivitas Isu dan Komunikasi, serta Sinergi dan Orientasi Hasil.

“Negara akan kokoh bila dijaga dengan kelembagaan yang berintegritas, kepekaan intelijen yang tajam, dan sinergi yang memberi manfaat nyata,” tambahnya.

Katibul Wali Nanggroe, Abdullah Hasbullah, turut menjelaskan bahwa lembaga adat tertinggi Aceh ini bukan lembaga politik, melainkan simbol pemersatu dan pelindung nilai adat.

Sementara Staf Khusus Wali Nanggroe, Dr. Mohammad Raviq, menegaskan melalui briefing note-nya bahwa lembaga ini berlandaskan UU No.11 Tahun 2006 dan Qanun No.2 Tahun 2023, berperan sebagai penyeimbang antara adat, agama, dan hukum negara.

Dalam amanatnya, Kepala Pusdiklat BIN I Gusti Agung A. Winatha menyebut Aceh sebagai “laboratorium strategis” bagi studi keamanan nasional di wilayah pasca-konflik.

“Dari Aceh, kita belajar bahwa stabilitas tidak hanya dijaga dengan kekuatan, tetapi dengan kepercayaan, keadilan, dan penghormatan terhadap kearifan lokal,” ujarnya.

Pertemuan ditutup dengan pesan Wali Nanggroe yang sarat makna: “Seraplah hikmah dari Aceh, dan bawa pulang pelajaran tentang persatuan dalam keberagaman.” []

Exit mobile version