Berita  

Taqwaddin Desak Pemerintah Aceh Lahirkan Qanun Pidana Adat

DONYAPOST, Bireuen – Akademisi Hukum Universitas Syiah Kuala sekaligus Hakim Ad Hoc Tipikor, Dr. Taqwaddin, menegaskan perlunya Aceh segera menyusun Qanun Pidana Adat sebagai langkah strategis menyambut berlakunya KUHP Nasional baru pada 2 Januari 2026.

Dalam paparannya pada Rapat Koordinasi dan Evaluasi Peradilan Adat Gampong di Bireuen, Selasa (16/9/2025), Taqwaddin menyebut KUHP baru telah mengakui hukum yang hidup dalam masyarakat, termasuk hukum pidana adat.

“Untuk memudahkan implementasi, Majelis Adat Aceh perlu mengusulkan lahirnya Qanun Aceh tentang Pidana Adat. Misalnya larangan melaut pada hari Jumat, yang sudah berlaku di masyarakat tapi belum diatur secara tertulis mengenai sanksinya,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pergeseran paradigma hukum dari KUHP lama produk kolonial yang berorientasi pada penjeraan, menjadi pendekatan restorative justice yang menekankan perdamaian, pemulihan, dan keharmonisan hidup masyarakat.

Selain itu, Taqwaddin merekomendasikan agar MAA kembali menggelar pelatihan Peradilan Adat Gampong bagi imum mukim, imum seumeujid, keuchik, hingga tuha peut.

Menurutnya, banyak pimpinan mukim dan gampong kini kurang memahami peran sebagai hakim peradilan adat, padahal itu merupakan kekhususan yang diatur dalam UUPA.

Acara yang diikuti 40 peserta ini juga menghadirkan narasumber AKBP Ruslan Syafei dari Ditbinmas Polda Aceh dan Saidan Nafi, SH, MH, mantan birokrat senior.

Rakor yang dibuka Wakil Ketua Majelis Adat Aceh, Drs. Syaiba Ibrahim, MS, mewakili Ketua MAA Prof. Yusri Yusuf, diharapkan melahirkan rekomendasi untuk memperkuat peradilan adat gampong.

Kepala Sekretariat MAA, Dr. Syukri Yusuf, menjelaskan kegiatan ini melibatkan pimpinan MAA Bireuen, imum mukim, keuchik, serta tokoh perempuan.