DONYAPOST, Banda Aceh – Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) Banda Aceh, Nursyam SH MHum, menyampaikan enam persoalan krusial terkait wacana pemberlakuan Deffered Prosecution Agreement (DPA) oleh Kejaksaan Agung.
Hal itu ia ungkapkan dalam Seminar Hukum memperingati Hari Lahir Kejaksaan RI ke-80 yang digelar Kejaksaan Tinggi Aceh di Aula Kajati, Banda Aceh.
Seminar bertema “Optimalisasi Pendekatan Follow the Asset dan Follow the Money melalui DPA dalam Penanganan Perkara Pidana” ini menghadirkan tiga narasumber, yakni KPT Banda Aceh Nursyam, Guru Besar Hukum Pidana FH USK Prof Dr Mohd Din SH MH, serta Ketua Peradi Aceh Zulfikar Sawang SH.
Menurut Nursyam, DPA merupakan alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan dengan penangguhan penuntutan berdasarkan persyaratan tertentu.
“Ini pendekatan progresif dalam sistem peradilan pidana yang memberi kesempatan pelaku memperbaiki kesalahan tanpa proses peradilan panjang, terutama pada perkara pidana ekonomi yang berpotensi menghancurkan korporasi,” ujarnya.
Adapun enam persoalan yang dipertanyakan Nursyam adalah:
Kapan DPA dilakukan, sebelum atau setelah berkas dilimpahkan ke pengadilan?
Siapa subjek pelaku yang dapat melakukan DPA, apakah hanya korporasi atau juga individu?
Jenis perkara apa yang bisa menggunakan DPA?
Jangka waktu pelaksanaan DPA?
Perlukah izin/persetujuan pengadilan sebelum pelaksanaan DPA?
Bagaimana mekanisme pengawasan selama pelaksanaan DPA?
Selain itu, ia menekankan tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam penerapan DPA, yakni: cooperation (kerja sama), compliance (kepatuhan), dan compensation (kompensasi) terhadap korban atau pihak yang dirugikan sebagai pertimbangan kepentingan publik.
Di akhir paparannya, Nursyam berharap konsep DPA yang digagas Kejaksaan Agung dapat diatur dalam revisi RUU KUHAP mendatang. “Semoga konsep DPA masuk dalam KUHAP. Saya berterima kasih kepada Kajati Aceh atas undangan di acara penting ini,” ucapnya.
Seminar dibuka Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Yudi TR SH MH, dan diikuti 226 peserta secara langsung serta ratusan peserta daring, terdiri dari mahasiswa, jaksa, hakim, advokat, BUMN/BUMD, LSM, hingga Dharmakarini.