Indeks

Pentas Damai Aceh Jadi Ruang Refleksi Dua Dekade Perdamaian

Bupati Aceh Besar, H Syech Muharram Idris menyampaikan sambutan dalam acara Pentas Damai Aceh Damai Dunia di Rumah Makan Khas Aceh dan Kupi Blang, Gampong Bineh Blang, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Sabtu (16/08/2025) malam. FOTO: MC ACEH BESAR.

DONYAPOST, Aceh Besar — Suasana penuh keakraban, kehangatan, dan refleksi sejarah menyelimuti acara Pentas Damai Aceh, Damai Dunia yang berlangsung di Rumah Makan Khas Aceh dan Kopi Blang, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Sabtu (16/8/2025).

Acara ini dihadiri langsung oleh Bupati Aceh Besar, H. Muharram Idris atau yang akrab disapa Syech Muharram, bersama ratusan masyarakat, tokoh lintas generasi, hingga mantan kombatan.

Pentas yang digagas seniman Aceh Rafli Kande itu mengusung tema “Yuk Menakar Damai Aceh”, sebuah ajakan untuk kembali merenungi arti perdamaian yang kini telah berusia 20 tahun sejak ditandatanganinya MoU Helsinki.

Acara dibuka dengan penampilan panggung (On Stage), kemudian dilanjutkan dengan lantunan khas Aceh dari Rafli Kande yang sarat makna. Ia membawakan sejumlah lagu populer yang dipenuhi pesan damai, seperti Ranub, Bermain Api, Krueng Daroy, Rahman Rahim, Aneuk Yatim, Syuruga Firdaus, Ubat Hate, Hasan Husein, hingga Seulanga.

Rafli juga berkolaborasi dengan Kimy dalam lagu Jak Beut, sebelum akhirnya menutup panggung dengan karya penuh filosofi berjudul Sepasang Lembu Tua.

Di sela-sela penampilan musik, hadirin diajak mengikuti diskusi santai bertajuk Ngobrol Santai yang mengangkat topik “Menakar Damai”, “Moralitas dalam Komitmen Perdamaian”, “Mengisi Perdamaian”, hingga “Kesimpulan Damai”.

Sejumlah tokoh turut hadir, di antaranya mantan Gubernur Aceh periode 2007–2012 dan 2017–2018, Drh. Irwandi Yusuf, unsur TNI/Polri, mantan GAM dan KPA, Camat Ingin Jaya Al Mubarak Akbar, S.STP, MM, Forkopimcam Ingin Jaya, serta masyarakat yang memenuhi lokasi acara.

Dalam sambutannya, Bupati Aceh Besar Syech Muharram menyampaikan rasa syukur karena perdamaian Aceh telah bertahan selama dua dekade. Ia menegaskan bahwa capaian ini merupakan sejarah yang jarang terjadi di dunia.

“Alhamdulillah, tidak disangka perdamaian Aceh sudah mencapai 20 tahun. Ini belum pernah terjadi di dunia, hanya Aceh yang mampu menjaga perdamaian selama dua dekade,” ucapnya dengan penuh haru.

Syech Muharram kemudian mengenang perannya semasa konflik, ketika masih menjadi Panglima GAM. Ia menuturkan bagaimana tsunami 2004 menjadi titik balik perjuangan rakyat Aceh menuju jalan damai.

“Saat tsunami melanda, ada pasukan saya yang putus asa dan berkata perjuangan sia-sia karena rakyat Aceh habis dibawa tsunami. Tapi saya yakinkan mereka bahwa rakyat Aceh masih ada, hanya Banda Aceh dan Aceh Besar yang terkena, sementara kabupaten lain tetap ada.

Semangat itu yang membuat perjuangan terus berlanjut hingga lahir gencatan senjata dan perundingan yang berujung pada MoU Helsinki,” ungkapnya.

Baginya, gempa dan tsunami bukan sekadar bencana, melainkan juga “jalan Allah” yang membuka ruang perdamaian.

“Allah SWT menukar 200 ribu jiwa dengan sebuah berkah yang besar, yaitu damai. Karena tsunami, perang Aceh dengan RI berhenti, lalu lahirlah kesepakatan damai. Maka jangan pernah sia-siakan nikmat ini,” tambahnya.

Ia pun mengajak seluruh pihak untuk menjaga perdamaian agar Aceh tidak kembali pada masa kelam.

“Perdamaian ini sangat berharga. Mari kita rawat bersama dan melanjutkan apa yang belum terselesaikan dalam MoU Helsinki,” tegasnya.

Sementara itu, mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, yang juga menjadi gubernur pertama pasca-damai GAM–RI, menyampaikan pesan penting. Menurutnya, tujuan perjuangan dahulu bukanlah soal jabatan, melainkan demi hak-hak rakyat.

“Tujuan perang dulu adalah untuk mencapai hak-hak rakyat, bukan untuk kursi parlemen. Sekarang Aceh sudah damai, maka berikanlah kesejahteraan kepada rakyat sesuai dengan tujuan perjuangan kita dulu,” ujarnya.

Irwandi juga mengingatkan agar perdamaian tidak sekadar menjadi slogan, melainkan menghadirkan manfaat nyata.

“Jangan sampai ada rakyat yang justru merasa beroposisi di masa damai. Jika kesejahteraan rakyat tidak tercapai, maka saya sendiri yang akan menjadi oposisi. Perjuangan kita dulu murni untuk rakyat Aceh,” pungkasnya.

Pentas Damai Aceh, Damai Dunia di Kopi Blang akhirnya ditutup dengan penuh kehangatan. Melalui syair-syair Rafli Kande dan dialog para tokoh, masyarakat kembali diingatkan bahwa perdamaian bukanlah hadiah, melainkan hasil dari pengorbanan besar yang harus terus dijaga.

Acara berakhir dengan tepuk tangan meriah dan harapan bersama agar Aceh melangkah maju dalam bingkai kedamaian yang abadi. [sa]

Exit mobile version