Partisipasi Perguruan Tinggi Aceh Tembus Target Nasional

Direktur Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Bappenas, Endang Sulastri, dalam kegiatan Studium General yang digelar di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Rabu (23/7/2025)

DONYAPOST, Banda Aceh — Tingkat partisipasi pendidikan tinggi di Aceh telah mencapai 42 persen, setara dengan target nasional. Hal ini terungkap dalam kegiatan Studium General yang digelar di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Rabu (23/7/2025), bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

“Meski Aceh sudah mencapai target, masih ada 19 provinsi lain yang partisipasinya di bawah rata-rata nasional,” ujar Direktur Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Bappenas, Endang Sulastri, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024.

Namun, menurut Endang, peningkatan partisipasi belum diiringi dengan peningkatan kualitas lulusan. Ia mengungkapkan, lulusan perguruan tinggi Indonesia baru sekitar 10 persen dari total populasi usia produktif.

“Angka ini masih jauh dari harapan jika kita ingin menjadi negara maju pada 2045,” katanya.

Endang menekankan perlunya keselarasan antara program studi dan sektor prioritas nasional. “Prodi ke depan harus menjawab kebutuhan industri, seperti sektor halal, pertanian cerdas, dan pariwisata,” imbuhnya, mengutip arahan Presiden Prabowo.

Ia juga menyebut UIN Ar-Raniry memiliki potensi riset unggul di bidang sosial humaniora, mulai dari studi karakter, pendidikan, komunikasi, hingga keuangan Islam. “UIN Ar-Raniry perlu memperkuat branding riset agar bisa mendapat pengakuan global,” ujarnya.

Senada dengan itu, Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bappenas, Amich Alhumami, menyatakan bahwa perguruan tinggi Islam harus mampu menjawab tantangan globalisasi dan modernisasi tanpa kehilangan identitas keislaman.

“Perguruan tinggi Islam harus modern, melahirkan lulusan berdaya saing, menguasai sains dan teknologi, namun tetap menjunjung nilai-nilai Islam,” tegasnya.

Amich turut menyoroti rendahnya investasi riset di negara-negara mayoritas muslim. Ia menyebut, rata-rata anggaran riset negara Islam hanya 0,42 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh tertinggal dibanding Amerika Serikat (3,46%) dan Israel (5,56%).

“Jumlah peneliti di negara-negara Islam hanya 556 per satu juta penduduk, sedangkan Korea Selatan mencapai 9.082,” paparnya.

Amich menambahkan, Indonesia memiliki potensi besar menjadi pusat riset dunia karena kekayaan biodiversitas dan keragaman sosial, namun hal ini membutuhkan dukungan investasi yang serius.

“Saat ini Indonesia baru memiliki 1.600 peneliti per satu juta penduduk, jauh di bawah Singapura (4.000) dan Korea Selatan (8.000),” jelasnya.

Ia pun menekankan pentingnya transformasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. “Supremasi teknologi menentukan daya saing global. Jika tidak berbenah, posisi Indonesia sebagai negara muslim terbesar bisa tersalip oleh Pakistan atau India,” tutup Amich.