DONYAPOST, Banda Aceh — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh Yahdi Hasan kembali menegaskan pentingnya komitmen pemerintah pusat terhadap kelanjutan dana otonomi khusus (Otsus) dan keistimewaan Aceh.
Menurut politisi Partai Aceh ini, sudah saatnya pemerintah pusat menyetarakan posisi Aceh dengan daerah istimewa lainnya seperti Yogyakarta dalam hal alokasi dana keistimewaan yang bersifat permanen.
“Aceh ini memiliki dasar hukum yang jelas sebagai daerah istimewa. Tapi sampai hari ini, kita belum pernah menikmati dana keistimewaan sebagaimana DIY. Ini bentuk ketimpangan yang mencederai semangat keadilan dan rekonsiliasi,” kata Yahdi kepada meugah.com seperrti dikutip donyapost, Jumat (11/7/2025).
Yahdi menegaskan bahwa Dana Otsus Aceh bukan sekadar bentuk bantuan keuangan biasa, tetapi merupakan bagian dari implementasi perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia yang ditandatangani di Helsinki tahun 2005. Dengan demikian, penghentian atau pengurangan dana tersebut tanpa mekanisme pengganti yang setara bisa dianggap sebagai pengingkaran terhadap butir-butir damai.
“Kalau Aceh hanya diberi Dana Otsus yang akan berakhir pada 2027, lalu apa yang tersisa dari semangat perdamaian itu? Apakah janji-janji politik bisa menggantikan kebutuhan nyata rakyat Aceh dalam hal pembangunan, pendidikan, dan pelayanan publik?” ujarnya.
Ia juga menyampaikan dukungan penuh terhadap langkah Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) yang telah secara resmi meminta Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengabulkan permintaan Dana Keistimewaan bagi Aceh.
“Sikap Mualem mewakili suara rakyat Aceh. Beliau memperjuangkan hak dan masa depan daerah ini. Saya dukung sepenuhnya,” tambahnya.
Yahdi turut mengingatkan bahwa kondisi sosial dan ekonomi Aceh saat ini masih jauh dari ideal. Tingkat kemiskinan dan ketimpangan pembangunan antarwilayah masih tinggi. Tanpa dukungan fiskal yang cukup dari pemerintah pusat, ia khawatir Aceh akan semakin tertinggal dalam banyak sektor strategis, termasuk kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
“Dana Otsus selama ini menjadi tulang punggung pembangunan. Kalau diputus tiba-tiba, maka jurang ketimpangan akan makin lebar. Ini bukan soal elite, tapi tentang masa depan generasi Aceh,” tegasnya.
Ia pun mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh pemuda, legislatif dan eksekutif, untuk bersatu menyuarakan tuntutan ini ke pemerintah pusat. Menurutnya, perjuangan Dana Keistimewaan tidak boleh dianggap sebagai agenda segelintir politisi, tapi sebagai kewajiban bersama dalam menjaga keberlanjutan perdamaian dan pembangunan di Aceh.
“Kalau kita diam, kita kehilangan hak kita. Mari kita bersatu untuk memastikan bahwa Aceh mendapatkan perlakuan yang adil dari negara. Ini bagian dari menjaga amanah perdamaian,” pungkas Yahdi.