Indeks
Sport  

PSG Juara Liga Champions, Menang dengan Tim, Bukan Nama Besar

Foto via promediateknologi.id

DONYAPOST, Munich – Paris Saint-Germain akhirnya mencatatkan namanya dalam sejarah sepak bola Eropa dengan cara yang tak terduga: tanpa nama-nama besar yang selama ini mengilap di jersey mereka.

Di bawah asuhan Luis Enrique, PSG menjuarai Liga Champions untuk pertama kalinya setelah menggulung Inter Milan 5-0 dalam final yang digelar di Allianz Arena, Munich, Sabtu (31/5/2025).

Namun yang paling mencuri perhatian bukanlah skor telak atau gelar yang lama dinanti, melainkan bagaimana PSG meraihnya—tanpa Lionel Messi, tanpa Neymar, bahkan tanpa Kylian Mbappé.

Beberapa tahun terakhir, PSG dikenal sebagai “klub superstar”, yang mengandalkan kekuatan nama besar. Tapi semua berubah setelah Luis Enrique datang.

Ia memutuskan membangun ulang PSG dengan pendekatan yang lebih kolektif, menekankan kerja sama tim ketimbang individualitas.

Bukti keberhasilannya? Tim muda yang bermain di final itu sebagian besar terdiri dari pemain yang belum pernah menghiasi halaman depan majalah sepak bola dunia.

Désiré Doué, misalnya. Pemain berusia 19 tahun itu mencetak dua gol dan satu assist—bukan hanya membawa PSG menang, tapi juga menyihir Eropa.

Enrique, mantan pelatih Barcelona yang sukses di masa lalu, kembali membuktikan bahwa filosofi bermain sebagai satu kesatuan masih relevan di era sepak bola modern.

Ini bukan PSG milik Al-Khelaifi lagi, ini PSG milik Enrique—sebuah tim yang tahu apa itu kolektivitas dan disiplin.

Kemenangan ini juga membuat Enrique menjadi salah satu dari sedikit pelatih yang meraih treble winner di dua klub berbeda—Barcelona (2015) dan PSG (2025).

Lahirnya Identitas Baru PSG
Lebih dari sekadar piala, kemenangan ini melahirkan identitas baru PSG. Tak lagi sekadar klub kaya dengan impian besar, melainkan tim yang akhirnya tahu bagaimana mewujudkan impian itu dengan kerja nyata.

Di lapangan, mereka bukan sekadar bermain, mereka membuktikan bahwa tanpa nama besar pun kemenangan bisa diraih jika strategi, kesabaran, dan kebersamaan dijunjung tinggi.

Bagi publik Paris, malam final itu adalah pembebasan. Perayaan meledak di seluruh kota—bukan hanya untuk gelar, tetapi untuk rasa percaya diri yang selama ini tertunda.

PSG kini berdiri sejajar dengan klub-klub elite Eropa lainnya. Tapi lebih dari itu, mereka memberikan pelajaran: gelar tertinggi bukanlah hasil dari belanja besar semata, tapi dari tekad untuk berubah dan membangun dari dasar.

Dan itulah yang mereka capai—bukan dengan nama, tapi dengan nyawa.

Exit mobile version