DONYAPOST, Banda Aceh — Sejumlah pemilik warung kopi (warkop) di Banda Aceh harus berurusan dengan hukum setelah kegiatan nonton bareng (nobar) Liga Inggris di tempat usaha mereka dipersoalkan.
Mereka dilaporkan ke Polda Aceh oleh pihak Vidio.com melalui kuasa hukumnya, dengan tuduhan pelanggaran hak cipta siaran berbayar.
Tak hanya dilaporkan, para pemilik warkop juga menerima surat somasi secara berulang. Beberapa di antaranya bahkan mendapat somasi hingga empat kali, dan dipanggil oleh pihak kepolisian sebagai saksi dalam proses penyelidikan.
Menanggapi situasi tersebut, perwakilan pemilik warkop mengadu ke Komisi I DPR Aceh dan Komisi Penyiaran Indonesia Aceh (KPIA), Kamis (22/5/2025). Mereka berharap adanya perlindungan hukum serta solusi adil terhadap perkara yang dianggap merugikan pelaku usaha kecil ini.
“Kami kaget menerima somasi, apalagi sampai dipanggil polisi. Kami tidak pernah merasa melanggar. Nobar di warkop sudah jadi budaya di Aceh, bukan untuk meraup keuntungan besar,” ujar salah seorang pemilik warkop yang ikut audiensi.
Audiensi diterima oleh Sekretaris Komisi I DPRA, Arif Fadillah, S.I.Kom., M.M., didampingi tiga komisioner KPIA: Ahyar, S.T., Samsul Bahri, S.E., dan M. Reza Falevi, M.Sos.
Dalam proses mediasi sebelumnya, pihak pemilik warkop sempat ditawarkan membayar denda sebesar Rp250 juta. Angka itu kemudian dikurangi menjadi Rp150 juta, tetapi proses hukum tetap berjalan dan belum ada penyelesaian yang tuntas.
Arif Fadillah menyayangkan kriminalisasi terhadap pelaku usaha kecil yang hanya ingin menciptakan suasana nyaman bagi pengunjungnya. Ia meminta Pemerintah Aceh, KPIA, dan pemegang hak siar membuka ruang dialog terbuka.
“Ini harus menjadi momentum untuk mengatur ulang kebijakan penyiaran di ruang publik. Kita tidak ingin UMKM dikorbankan karena aturan yang tidak dikomunikasikan dengan baik,” kata Arif.
Komisioner KPIA, Samsul Bahri, mengatakan pihaknya siap menjadi penghubung antara pelaku usaha dan pihak Vidio.com. “Kami akan berkomunikasi dengan pihak Emtek selaku pemilik Vidio.com. Kami tidak menolak aturan, tapi kita ingin ada keadilan bagi UMKM,” ujarnya.
Komisioner lain, M. Reza Falevi, menambahkan bahwa tradisi nobar di Aceh berbeda dengan praktik komersial di tempat lain. “Warkop di Aceh tidak mengenakan tiket atau menaikkan harga saat nobar. Ini bukan praktik bisnis, tapi lebih ke budaya sosial,” jelasnya.
Sementara itu, Ahyar menyoroti kurangnya sosialisasi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, khususnya kepada pelaku usaha kecil. “Jangan sampai aturan yang tidak dipahami malah jadi alat memukul kelompok ekonomi lemah,” tegasnya.
Forum Pelaku Usaha Warkop Banda Aceh kini tengah mempertimbangkan langkah hukum lanjutan. Mereka berencana menggandeng lembaga bantuan hukum untuk memastikan hak-hak mereka tidak terlanggar.
Arif Fadillah menutup pertemuan dengan menegaskan pentingnya perlindungan terhadap usaha rakyat. “Kita ingin hukum ditegakkan tanpa menindas. Jangan sampai warkop, ruang hiburan rakyat malah menjadi korban dari sistem yang tidak berpihak,” pungkasnya.