DONYAPOST, Banda Aceh — Prestasi akademik gemilang ditorehkan tiga mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Ar-Raniry Banda Aceh dalam Yudisium Gelombang II Tahun Akademik 2024/2025.
Mereka dinobatkan sebagai lulusan terbaik setelah meraih IPK tertinggi di masing-masing program studi. Ketiganya adalah Annisa Salsabila Amanda, Niswana Almadania, dan Salsabila Hanum.
Annisa dari Prodi Bahasa dan Sastra Arab meraih IPK 3,83, Niswana dari Ilmu Perpustakaan mencatat IPK 3,81, dan Salsabila dari Sejarah Kebudayaan Islam memperoleh IPK 3,73. Mereka menerima penghargaan Bungong Jaroe sebagai bentuk apresiasi akademik tertinggi dari fakultas.
Dalam sambutannya, Dekan FAH, Dr. Syarifuddin, M.Ag., Ph.D., mengapresiasi capaian para lulusan dan menekankan pentingnya peran sarjana humaniora sebagai penjaga nilai dan etika di tengah derasnya arus informasi digital.
“Kita hidup di era disrupsi informasi, di mana algoritma membentuk cara berpikir manusia. Di sinilah lulusan humaniora diperlukan sebagai penjaga etika dan perawat makna,” ujarnya di Aula Rektorat Lantai 3 UIN Ar-Raniry, Kamis (15/5/2025).
Ia menambahkan bahwa keahlian lulusan FAH sangat dibutuhkan untuk menjembatani budaya, menyusun narasi publik yang berimbang, serta menguatkan literasi informasi yang etis dan kontekstual.
Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kelembagaan, Dr. Nazaruddin, MLIS., Ph.D., dalam laporannya menyampaikan bahwa sebanyak 47 lulusan resmi diyudisium. Rinciannya, 13 orang lulus dengan predikat cum laude, 10 orang dengan pujian, 23 orang sangat baik, dan satu orang baik. Dengan tambahan ini, jumlah alumni FAH kini mencapai 3.654 orang.
Adapun para lulusan berasal dari tiga program studi: Ilmu Perpustakaan (30 orang), Bahasa dan Sastra Arab (12 orang), serta Sejarah Kebudayaan Islam (5 orang).
Pada acara tersebut, juga disampaikan orasi ilmiah oleh Dr. Suraiya, S.Ag., M.Pd., dosen Ilmu Perpustakaan, bertajuk “Sarjana Berfitrah: Menjemput Rezeki, Mengemban Amanah, dan Membangun Peradaban”.
Suraiya mengingatkan bahwa gelar sarjana bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal dari tanggung jawab baru dalam membangun peradaban. Ia menekankan pentingnya integritas dan kesadaran spiritual dalam menjalani profesi di era modern.
“Rezeki tak selalu datang dari status formal, tapi dari kebermanfaatan. Dunia tak hanya butuh orang pintar, tapi juga orang yang benar,” tegasnya.
Ia pun mengajak para lulusan untuk menjadi sarjana berfitrah—yakni mereka yang sadar akan misi hidupnya, tidak hanya cakap secara intelektual, tetapi juga tangguh secara moral dan sosial.
“Jadilah utusan peradaban, bukan sekadar lulusan universitas,” tutupnya. []