DONYAPOST, Banda Aceh – Proses pengesahan anggota Majelis Pendidikan Aceh (MPA) periode terbaru terhenti di tangan Komisi 7 DPR Aceh yang membidangi Keistimewaan dan Kekhususan Aceh.
Hingga awal Mei 2025, lembaga legislatif tersebut belum melanjutkan tahapan seleksi final MPA sesuai amanat Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2022, meski Gubernur Aceh telah mengirimkan 21 nama hasil Musyawarah Besar (Mubes) MPA sejak April lalu.
Padahal, Qanun 7/2022 yang merupakan inisiatif DPR Aceh sendiri telah menetapkan mekanisme seleksi berjenjang yang lebih ketat dan partisipatif dibandingkan Qanun sebelumnya, yakni Qanun 6/2006 yang telah dicabut.
Proses seleksi MPA saat ini telah melalui berbagai tahapan sesuai ketentuan qanun, mulai dari penjaringan, penyaringan, hingga Mubes yang melibatkan 44 pemilik suara dari berbagai unsur pemangku kepentingan pendidikan. Dalam tahapan akhir, Komisi 7 DPR Aceh seharusnya melakukan wawancara terhadap 21 nama hasil Mubes dan memilih lima nama terbaik untuk diajukan kembali kepada Gubernur guna penetapan ketua dan wakil ketua MPA. Namun hingga kini, tahapan tersebut belum dijalankan.
Kritik Akademisi
Mandeknya proses ini menuai kritik dari sejumlah pihak, salah satunya datang dari Dr. Jalaluddin, M.Pd, Dekan FKIP Universitas Serambi Mekkah yang juga menjadi peserta Mubes MPA.
“Ironis, qanun yang mereka inisiasi sendiri justru tidak dijalankan. Kalau mekanisme terbuka dan partisipatif seperti ini saja tidak dipercaya, sebaiknya bubarkan saja lembaga keistimewaan di Aceh,” ujar Jalaluddin, Rabu (7/5/2025) di Banda Aceh.
Ia juga menilai ada ketidakkonsistenan dalam sikap Komisi 7, bahkan beredar isu bahwa DPR Aceh akan melakukan rekrutmen ulang di luar mekanisme yang diatur dalam qanun.
Jalaluddin menilai jika DPR Aceh meragukan hasil Mubes atau kerja panitia, seharusnya mereka dapat memanggil langsung pihak-pihak terkait seperti Kepala Sekretariat MPA, Ir. T. Mirzuan, MT, maupun tim penguji kompetensi seperti Prof. Dr. Ir. Abdi A. Wahab, M.Sc, Prof. Dr. Nazamuddin, MA, Prof. Dr. T. Zulfikar, M.Ed, Prof. Dr. Sofyan A. Gani, MA, dan Prof. Dr. Ir. Syamsul Rizal.
“Bukan malah membiarkan isu negatif berkembang dan membuat lembaga keistimewaan kehilangan marwahnya,” tambahnya.
Lembaga Pendidikan Terancam Vakum
Jalaluddin juga menyoroti bahwa jika MPA tidak segera difungsikan kembali, banyak agenda strategis pendidikan Aceh akan terhambat. Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat 2 Qanun 7/2022, MPA berperan penting dalam memberikan pertimbangan dan rekomendasi terhadap penyusunan anggaran pendidikan oleh Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA).
“Kalau lembaga resmi yang dibentuk melalui mekanisme sah saja tidak dipercaya, untuk apa lagi bicara keistimewaan? Ini menjadi preseden buruk di tengah upaya kita membenahi mutu pendidikan Aceh,” tutupnya.
Sebagai informasi, Mubes MPA telah digelar pada 25 April 2024 di Banda Aceh, dipimpin oleh Dr. Edwar M. Nur, SE., MM, Almunzir, dan Hj. Nurhayati. Proses ini disaksikan oleh Wakil Ketua MPU Prof. Dr. Muhibbuththabary, M.Ag, dan unsur akademisi lainnya.
Peserta Mubes terdiri dari 44 pemilik suara dari unsur seperti PGRI, IGI, PGMI, MPU, Dayah, Dinas Pendidikan, Kemenag, Komite Sekolah, Biro Keistimewaan Setda, tokoh budaya dan akademisi seperti Prof. Drs. Yusni Saby, Ph.D, Prof. Dr. Warul Walidin, MA, dan Suraiya Kamaruzzaman.