DONYAPOST, Banda Aceh — Pihak manajemen Persiraja Banda Aceh mengaku sudah mengajukan proposal pengelolaan Stadion H Dimurthala Lampineung kepada Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh.
Klub yang saat ini berkompetisi di Liga 2 Indonesia itu menyampaikan keinginannya untuk memanfaatkan stadion sebagai home base sekaligus pusat pengembangan bisnisnya.
Keinginan itu sudah dirilis Presiden Klub Persiraja Banda Aceh H Nazaruddin Dek Gam, kepada media sosial yang berafiasi dengan klub tersebut.
Menanggapi hal ini, sejumlah kalangan mendorong agar Pemko Banda Aceh tidak “melepas” aset daerah ini yang potensial menambah income daerah. Pemerintah kota perlu menetapkan sistem kerja sama yang jelas dan menguntungkan kedua belah pihak, terutama dalam hal Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pengamat dan pelaku olahraga, Zahirsyah Oemardy, menilai Pemko bisa menerapkan skema Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) atau Built Operate Transfer (BOT), di mana pengelolaan diserahkan kepada pihak swasta dalam batas waktu tertentu, namun dengan kewajiban menyetor retribusi tetap atau bagi hasil kepada daerah.
“Stadion itu adalah aset publik. Jadi, kerja sama boleh saja dilakukan, asalkan ada regulasi yang jelas, transparan, dan berpihak pada kepentingan daerah,” tegasnya kepada donyapost.com, Sabtu (19/4/2025).
Ia juga menyarankan agar Pemko segera melakukan kajian nilai ekonomi stadion, menetapkan tarif sewa penggunaan, serta membentuk tim pengawas independen dalam pengelolaan nantinya.
Zahirsyah menambahkan, prinsip kerja sama haruslah saling menguntungkan. “Pengelola wajib melakukan perawatan rutin dan dipastikan semua sarana yang ada di Komplek Stadion berfungsi dengan baik. Jangan sampai pada saat dipergunakan, ada fasilitas yang tidak berfungsi atau rusak,” ujarnya.
Tokoh masyarakat Banda Aceh, T Boy Nurmiadi, menyatakan kerja sama boleh dilakukan, namun harus berbasis regulasi yang kuat dan akuntabel. “Kita mendukung Persiraja, tapi stadion ini milik rakyat. Harus ada mekanisme bagi hasil, retribusi rutin, atau royalti kepada Pemko. Jangan sampai aset publik hanya menjadi alat komersial tanpa manfaat bagi daerah,” ujarnya.
Boy juga mengusulkan skema investasi dengan sistem pembagian saham dan target keuntungan yang terukur. “Bagusnya sistem investasi dalam waktu tertentu, misalnya 10 atau 15 tahun, antara pengelola (pihak ketiga atau BUMD Pemko) dan investor. Jadi berbagi saham, sekaligus menetapkan target hasil per tahun yang sudah disepakati sejak awal,” tambahnya.
Jika kerja sama ini berhasil dirumuskan dengan tepat, Stadion H Dimurthala tidak hanya akan menjadi pusat kebangkitan Persiraja, tapi juga menjadi sumber PAD baru serta ruang publik produktif yang memberi manfaat luas bagi warga Banda Aceh.
karena itu, Pemko diminta cermat menilai proposal kerja sama. Jangan sampai aset publik hanya menjadi alat komersial tanpa manfaat bagi daerah.
Stadion Dimurthala selama ini dipakai sebagai markas Persiraja Banda Aceh. Pada 2023, stadion direnovasi dengan anggaran sekitar Rp 40–60 miliar dari APBN untuk memenuhi standar internasional dan digunakan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara 2024. [dp]