DONYAPOST, Banda Aceh — Ketua Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Tgk Muharuddin, secara khusus meminta Penjabat Gubernur Aceh Safrizal ZA, untuk menghormati permintaan Gubernur Aceh terpilih Muzakir Manaf selaku Komisi Pengawas (Komwas) BPMA terkait penetapan calon Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) hasil seleksi Pansel beberapa waktu lalu.
“Saya menilai permintaan Mualem tersebut sangat beralasan dan memiliki landasan yang kuat, karena secara psikologi Mualem memiliki tanggung jawab moral kepada masyarakat Aceh yang telah memilih beliau sebagai gubenur Aceh terpilih, untuk memberikan perubahan di semua sektor, tak terkecuali di sektor minyak dan gas bumi Aceh,” jelas Tgk Muhar.
Secara filosofis, lanjutnya, Mualem juga memilik tanggung jawab yang besar sebagai salah seorang tokoh Perdamaian Aceh, yang telah melahirkan MoU Helsinki (perjanjian damai Aceh) untuk memastikan berjalannya kewenangan yang telah disepakati bersama dan tertuang di dalam UU Nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh (UUPA).
Selain itu, kata Muhar, Mualem juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan perdamaian di Aceh. “Oleh karena itu, saya selaku Ketua Komisi I DPRA meminta kepada saudara Pj Gubernur Aceh untuk dapat menahan diri dan tidak tergesa, serta jangan mengedepankan ego sektoral yang hanya memikirkan kepentingan sesaat.”
“Marilah kita saling bahu-membahu seayun langkah mendukung sepenuhnya gagasan Mualem sebagai gubernur pilihan rakyat Aceh untuk membangun kemakmuran serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat Aceh,” tutur dia.
Mantan Ketua DPR Aceh ini juga mengingatkan Pj Gubernur Aceh untuk berhati-hati dan tidak terburu-buru dalam melakukan reposisi atau pergeseran para pejabat struktural di Pemerintah Aceh.
“Kami menerima informasi banyak calo yang bergentayangan untuk promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Aceh. Jadi, saya berharap Pj Gubernur bisa lebih berhati-hati,” kata Tgk. Muharuddin dalam keterangan tertulisnya kepada media, Senin (23/12/2024).
Selain itu, Tgk Muharuddin menjelaskan, Menteri Dalam Negeri pada 29 Maret 2024, telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 100.2.1.3/1575/SJ tentang Kewenangan Kepala Daerah yang melaksanakan Pilkada dalam aspek kepegawaian. Surat Edaran tersebut ditujukan untuk seluruh kepala daerah, baik provinsi mupin kabupaten/kota di Indonesia.
“Salah satu fokus utama yang menjadi penakanan dari SE tersebut adalah mengingatkan gubernur, bupati dan wali kota untuk tidak melakukan pergantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri,” ungkapnya.
Larangan ini, Tgk Muhar juga menjelaskan, sesuai dengan Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.
“Adapun bagi pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah), sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 190 UU,” jelasnya.
Berdasarkan lampiran Peraturan KPU Nomor 2 tahun 2024, Tgk Muhar menambahkan, penetapan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah 22 September 2024, sehingga enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon terhitung 22 Maret 2024.
“Berpedoman pada ketentuan tersebut, mulai 22 Maret 2024 sampai dengan akhir masa jabatan kepala daerah, dilarang melakukan pergantian pejabat kecuali mendapat persetujuan tertulis Menteri,” ungkap politisi Partai Aceh ini. []