DONYAPOST, Banda Aceh — Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, mengirimkan somasi kepada Ketua DPR-RI, Puan Maharani, terkait dengan ke khususan Aceh yang tidak diperhatikan oleh DPR-RI.
Dalam surat tertanggal 7 November 2023 tersebut, Safar, menyebutkan berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Aceh merupakan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi.
Dalam UUD 1945 pasal 18B ayat (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang, dan Aceh merupakan Daerah Istimewa yang diatur dalam UU Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Daerah Khusus yang diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
“Aceh ini merupakan daerah Istimewa dan khusus, dan terhadap daerah istimewa dan khusus tersebut UUD 1945 dalam pasal 18B telah mengakui dan negara wajib mengakui dan menghormati satuan satuan pemerintah daerah yang sifatnya khusus dan istimewa, dan terhadap dua hal tersebut, telah diatur dalam UU 44 tahun 1999 tentang Penyelengaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang merupakan UU Otonomi Khusus untuk Aceh,” ungkap Safar.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, menegaskan dalam Pasal 8 ditegaskan rencana persetujuan internasional yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA dan rencana pembentukan undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA. Terkait dengan Kebijakan administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang akan dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur. Ketentuan yang mengatur secara teknis tersebut kemudian akan diatur dengan Peraturan Presiden.
Pada tahun 2008 Presiden menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Konsultasi dan Pemberian Pertimbangan Atas Rencana Persetujuan Internasional, Rencana Pembentukan Undang-undang, dan Kebijakan Administratif yang Berkaitan Langsung dengan Pemerintahan Aceh berbunyi, menegaskan kembali dalam Pasal 6 Rencana Pembentukan Undang-Undang oleh DPR yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA dan Tata cara konsultasi dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR.
“Dalam UU 11 tahun 2006, pada pasal 8 disebutkan bahwa rencana persetujuan internasional yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA dan Rencana pembentukan undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA dan terkait dengan kebijakan secara administratif dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur Aceh, dan terhadap kedua hal tersebut diatur kembali dengan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2008, yang secara teknis untuk dan tata cara konsultasi dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPR, namun sampai saat ini DPR tidak melaksanakan perintan UU 11 tahun 2006 jo Perpres 75/2008 tersebut,” ujar Safar.
Ketua YARA ini menyampaikan bahwa Daerah (DPD) asal Aceh, pada tanggal 23 Januari 2023 dengan surat Nomor 11/101/DPDRI-ACEH/2019 sudah menyurati Pimpinan Badan Legislasi DPR RI yang meminta agar DPR RI mengakomodir mekanisme tata cara konsultasi dan rencana pembentukan Undang-Undang untuk Aceh dalam penyusunan Perubahan Tata Tertib DPR- RI.
“Ketua DPR Aceh (DPRA) saat itu, Dahlan Jamaluddin, juga telah menyurati Ketua DPR-RI dengan perihal memperhatikan kekhususan Aceh namun sampai sat ini juga tidak diindahkan oleh DPR,” tambah Safar.
YARA memberikan waktu selama tujuh hari kepada Ketua DPR-RI untuk melaksanakan perubahan tata tertib DPR untuk mengakomodir kekhususan Aceh yang diatur dalam Undang-Undang yang disahkan oleh DPR-RI sendiri.
“Kami menunggu jawaban Ketua DPR-RI atas somasi ini untuk memperhatikan dan mengakomodir kekhususan Aceh yang telah disebutkan dalam UU 11 tahun 2006 yang disahkan oleh DPR RI sendiri tapi mengingkari apa yang telah disepakati dalam UU tersebut,” tandas Safar.
Surat somasi tersebut, dikirimkan melalui jasa pengiriman ekspres dan juga email bag_pengaduan@dpr.go.id dan bag_humas@dpr.go.id juga ditembuskan kepada Presiden, Ketua Forum Bersama DPR/DPD RI asal Aceh, Paduka Yang Mulia Wali Nanggroe, Ketua DPR Aceh dan Pj Gubernur Aceh.