Indeks

Rawa Singkil: Bencana Terus Datang dan Habitat Satwa Terancam

Diskusi kampanye penyelamatan Rawa Singkil bertajuk "Karpet Merah di Lahan Basah" yang digelar FLJ Aceh bekerja sama dengan Forum Jurnalis Aceh (For-JAK) di Kedai Tjikini, Jalan Cikini Raya, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (23/7/2023). | Foto Ist

DONYANEWS, Jakarta —  Film indept dokumenter “Demi Sawit” yang digarap secara independen oleh FJL Aceh di putar di Kedai Tjikini, Jalan Cikini Raya, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (23/7/2023).

Film ini menggambarkan kondisi terkini Rawa Singkil yang semakin terancam dengan perambahan dan alih fungsi hutan ke lahan sawit. FJL Aceh turun langsung meliput ke Rawa Singkil untuk membuat indept dokumenter tersebut.

Pemutaran film “Demi Sawit” ini bagian dari diskusi kampanye penyelamatan Rawa Singkil bertajuk “Karpet Merah di Lahan Basah” yang digelar Forum Jurnalis Lingkungan (FLJ) Aceh bekerja sama dengan Forum Jurnalis Aceh (For-JAK).

Dalam film tersebut terungkap bagaimana Rawa Singkil dirambah untuk sawit. Aparat desa yang dibekingi oknum tertentu termasuk pejabat mudah sekali menjual tanah di kawasan suaka margasatwa itu ke pemodal untuk dijadikan perkebunan sawit.

Para pemodal juga mendanai masyarakat untuk membuka lahan sawit di kawasan hutan gambut. Sekilas lahan tersebut milik masyarakat, padahal ada pemodal di belakangnya.

“Film ini kami buat setelah beberapa kali meliput langsung ke kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, sehingga timbul rencana ingin membuat sebuah karya visual dalam bentuk film indept dokumenter, sejak beberapa tahun terakhir,” kata Koorinator FJL Aceh, Munandar Syamsuddin.

Menurutnya orang luar termasuk wartawan tak mudah masuk ke Rawa Singkil karena ada oknum yang memanfaatkan masyarakat sebagai tameng.

“Ada ancaman ketika kami datang membawa kamera, butuh waktu untuk menjelaskan dan memahamkan masyarakat di sana. Itu posisi kami sangat was-was, tapi kami dan kawan-kawan Forum Jurnalis Lingkungan sangat intens dengan isu-isu lingkungan, jadi kami tetap memberanikan diri masuk untuk memberikan informasi ke masyarakat apa yang sebenarnya terjadi,” kata Munandar.

“Saya bisa katakan kalau di Meksiko ada kartel narkoba, di Aceh khususnya Rawa Singkil sekarang ada semacam kartel sawit mungkin.”

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI Aceh, Afifuddin Acal mengatakan bahwa Rawa Singkil masih bermasalah dengan tapal batas. “Ini memunculkan konflik tersendiri,” katanya.

Kemudian masalah penegakan hukum yang tebang pilih, hanya menyasar masyarakat biasa saja, membuat perambahan Rawa Singkil terus terjadi. “Yang perlu diketahui bahwa warga biasa hanya melakukan perambahan di pinggiran saja, tetapi yang masuk ke dalam kawasan inti Rawa Singkil dengan membawa ekavator untuk membuka jalan dan saliluran, ini patut dipertanyakan,” ujar Afifuddin.

Pada November 2016, pernah tim BKSDA dan polisi mengamankan beberapa pekerja dan alat berat yang sedang merambah Rawa Singkil. “Anehnya alat berat eskavator yang sudah disita polisi di lokasi tiba-tiba hilang tanpa jejak. Ini salah satu bukti ada yang bermain di Rawa Singkil,” kata Afifuddin.

Analis Kebijakan Ahli Muda Direktorat Perencanaan Kawasan Konservasi Ditjen Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nurazizah Rahmawati mengatakan bahwa Rawa Singkil harus diselamatkan dengan melibatkan semua pihak.

Salah satu solusi dengan penegakan hukum terhadap pelanggar perambahan hutan, melakukan pendekata dan memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak begitu saja menjual tanah di kawasan konservasi itu walaupun masuk dalam batas desa mereka.

“Masyarakat yang tinggal di situ sebenarnya tak ingin (perambahan) ini berlanjut, tapi kemudian kemana suara ini disampaikan? Apakah ini sudah didengar oleh pemerintah daerah di sana? Ini perlu juga dibuat salurannya,” kata Nurazizah.

Menurutnya selama ini yang paling merasakan dampak dari deforestasi Rawa Singkil adalah masyarakat yang tinggal di sekitarnya. “Yang duluan kena banjir kan warga kita di sana.”

Sementara Taufik Syamsudin, Pengendali Ekosistem Hutan Muda Direktorat Perencanaan Kawasan Konservasi Ditjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya menyelesaikan permasalahan yang terjadi di kawasan hutan termasuk Rawa Singkil.

Pemerintah sudah membentuk satuan tugas khusus untuk menyelesaikan masalah perkebunan sawit ilegal di kawasan konservasi.
KLHK juga akan menurunkan tim untuk memaverifikasi mana klaster sawit koorporasi dan masyarakat. Untuk sawit masyarakat penyelesaiannya akan diperlakukan berbeda.

“Kami belum dapat laporan resmi dari teman-teman KSDAE Aceh terkait siapa saja yang ada di kawasan SM Rawa Singkil, “pemain-pemainnya”,” kata Taufik.

Menurut Taufik, pihaknya perlu mengetahui siapa saja pihak yang “bermain” di Rawa Singkil agar mudah menyelesaikan permasalahannya.

“Yakinlah pemerintah akan hadir di situ menyelesaikannya. Kita tidak diam, kita tidak menonton, kita akan selesaikan, kita akan cari solusinya,” ujar Taufik.

Exit mobile version